Thursday, November 3, 2016

Provokasi dan pencitraan

Provokasi dan pencitraan Apa hubungan antara provokasi dan pencitraan? Itulah barangkali pertanyaan anda ketika membaca judul di atas. Saya memang tidak sedang menulis tentang hubungan kausal antara dua hal tersebut. Saya hanya akan membahasnya satu per satu karena dua hal itu saat ini sedang hangat diperbincangkan orang. Agar lebih akurat mari kita lihat di kamus arti kata kata tersebut.

 Agar praktis saya membuka kamus di beberapa website dan inilah hasilnya. pro.vo.ka.si [n] perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan: sebaiknya mereka menyadari bahwa -- yg ditimbulkannya itu akan mengundang pertumpahan darah Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/provokasi KamusBahasaIndonesia.org

Kalimat yang dicetak miring adalah contoh pemakaiannya. Provokasi berasal dari bahasa Inggris to provoke. Kata bendanya (noun) adalah provocation. Masuk ke bahasa Indonesia menjadi memprovokasi kata kerjanya dan provokasi sebagai kata bendanya.

Saya coba melihat ke kamus lain di bawah ini. pro•vo•ka•si n perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan: sebaiknya mereka menyadari bahwa -- yg ditimbulkannya itu akan mengundang pertumpahan darah; ter•pro•vo•ka•si v terpancing atau terpengaruh untuk melakukan perbuatan negatif, msl perusakan: pengunjuk rasa sempat ~ http://www.kamus.net/indonesia/provokasi

Kemudian saya buka lagi website lain di bawah ini. ter•pro•vo•ka•si v terpancing atau terpengaruh untuk melakukan perbuatan negatif, msl perusakan: pengunjuk rasa sempat ~ Dan satu website lagi. (pro.vo.ka.si) nomina (n) 1. perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan(nomina) Contoh: sebaiknya mereka menyadari bahwa ~ yg ditimbulkannya itu akan mengundang pertumpahan darah; Sinonim :penghasutan, pancingan. Kata-kata Terkait : terprovokasi. https://www.kamusbesar.com/provokasi pro•vo•ka•si n perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan: sebaiknya mereka menyadari bahwa -- yg ditimbulkannya itu akan mengundang pertumpahan darah; ter•pro•vo•ka•si v terpancing atau terpengaruh untuk melakukan perbuatan negatif, msl perusakan: pengunjuk rasa sempat ~ http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php


 Ketika ribuan orang berkerumun dalam aksi unjuk rasa memprotes seorang Ahok yang dituding melakukan penistaan terhadap Al Qur’an maka situasinya sangat rawan terhadap provokasi. Sejak awal mereka sudah marah atau tersinggung dengan kata kata Ahok yang dirasa melecehkan agama mereka. Kemudian suasana hati itu dibumbui lagi dengan wacana lisan maupun tertulis di berbagai media sosial. Sudah begitu ketika dalam kerumunan massa yang banyak suasana hati orang akan semakin berani, percaya diri dan karena itu semakin mudah diprovokasi. Apabila ada orang, penyusup atau bukan, yang melakukan orasi yang memanaskan hati apalagi tindakan yang destruktif maka mereka akan sangat rawan terprovokasi. Lemparan batu kepada mereka misalnya atau ada aparat yang emosi memukul mereka maka emosi mereka akan sangat mudah tersulut. Akibatnya tindakan kekerasan atau perusakan bisa terjadi. Jika massa demonstran sudah mengamuk, menyerang orang, aparat keamanan, atau merusak harta benda dan aparat keamanan membalas dengan tindakan kekerasan maka huru hara sulit sekali dihindari.


Kalau sudah terjadi huru hara maka semua orang muslim dan agama Islam akan tercoreng nama baiknya. Peristiwa itulah yang ditungu tunggu oleh orang atau pihak yang ingin meminggirkan Islam atau megambil keutungan dari kejadian itu. Islam akan digambarkan serba negatif oleh media yang tidak berpihak kepada Islam dan muslim. Mereka akan mencitrakan Islam dan muslim sebagai ‘anak nakal’ yang harus diwaspadai dan tidak diberi kepercayaan sebagai pemimpin negri ini.

 Dengan demikian mereka akan memiliki alasan kuat untuk memingirkan muslim dan Islam serta mengajukan golongan mereka sendiri yang akan dicitrakan sebagai serba positif – kompeten, jujur, tidak korup dsb. Inikah yang kita kehendaki? Kalau jawabannya iya maka anda sedang membantu mereka meminggirkan Islam dan muslim di Indonesia. Lantas bagaimana sebaiknya yang dilakukan oleh ummat Islam? Dalam wawasan saya sebaiknya ummat Islam harus lebih taktis lagi. Jangan menuruti emosi sesaat, jangan mau diprovokasi.


 Saya setuju bahwa wajib bagi ummat Islam untuk membela agamanya. Tapi caranya harus baik, harus taktis agar tujuan kita tercapai. Agar hasil tindakan kita menguntungkan kita, bukan sebaliknya malah menguntungkan pihak lain dan merugikan kita. Jadi sejak sekarang ummat Islam harus pandai melakukan pencitraan.

 Apakah pencitraan itu? Mari kita lihat kamus lagi. Saya mencari arti kata pencitraan di beberapa website. Hasilnya ternyata menarik buat saya. cit•ra kl n 1 rupa; gambar; gambaran; 2 Man gambaran yg dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk; 3 Sas kesan mental atau bayangan visual yg ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yg khas dl karya prosa dan puisi; 4 Hut data atau informasi dr potret udara untuk bahan evaluasi; -- perbankan gambaran mengenai dunia perbankan: kejadian spt itu jelas tidak menguntungkan dl upaya meningkatkan -- perbankan kita di mata internasional; -- politik Polgambaran diri yg ingin diciptakan oleh seorang tokoh masyarakat; -- wisata ekspresi, gambaran, atau bayangan semua yg diketahui secara objektif, kesan, praduga perseorangan atau kelompok mengenai tempat tujuan wisata tt kebudayaan, keindahan alam, dan hasil kerajinan daerah wisata tertentu; men•cit•ra•kan v menggambarkan: film-film itu ~ Amerika sbg negara sekuler; cit•ra•an n Sas cara membentuk citra mental pribadi atau gambaran sesuatu; kesan atau gambaran visual yg ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yg khas dl karya prosa dan puisi http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php


 Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/pencitraan/mirip KamusBahasaIndonesia.org pencitraan  Kata-kata yang berdekatan/mirip pencederaan, pengotoran, pengaturan, penyejahteraan, penggetaran, pengaderan, pengudaran,penggedoran, pancadarma ? https://www.kamusbesar.com/search.php

Pencarian Kata "pencitraan" Menurut KBBI Hasil pencarian kata "pencitraan" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Total 0 hasil http://kbbi.co.id/cari?kata=pencitraan Pencarian Kata "citra" Menurut KBBI Hasil pencarian kata "citra" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Total 2 hasil Citra cit•ra kl n 1 rupa; gambar; gambaran; 2 Man gambaran yg dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk; 3 Sas kesan mental atau bayangan visual yg ditimbulkan oleh… Selengkapnya » Citraleka ci•tra•le•ka /citraléka/ ark n pejabat yg tugasnya menulis prasasti http://kbbi.co.id/cari?kata=citra citra cit.ra [kl n] (1) rupa; gambar; gambaran; (2) Man gambaran yg dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk; (3) Sas kesan mental atau bayangan visual yg ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yg khas dl karya prosa dan puisi; (4) Hut data atau informasi dr potret udara untuk bahan evaluasi; -- perbankan gambaran mengenai dunia perbankan: kejadian spt itu jelas tidak menguntungkan dl upaya meningkatkan -- perbankan kita di mata internasional Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/citra KamusBahasaIndonesia.org Maaf, kata pencitraan tidak ada dalam kamus! Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/pencitraan KamusBahasaIndonesia.org Definisi 'citra' Indonesian to Indonesian kl n 1. 1 rupa; gambar; gambaran; 2 Man gambaran yg dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk; 3 Sas kesan mental atau bayangan visual yg ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yg khas dl karya prosa dan puisi; 4 Hut data atau informasi dr potret udara untuk bahan evaluasi; -- perbankan gambaran mengenai dunia perbankan: kejadian spt itu jelas tidak menguntungkan dl upaya meningkatkan -- perbankan kita di mata internasional; -- politik Pol gambaran diri yg ingin diciptakan oleh seorang tokoh masyarakat; -- wisata ekspresi, gambaran, atau bayangan semua yg diketahui secara objektif, kesan, praduga perseorangan atau kelompok mengenai tempat tujuan wisata tt kebudayaan, keindahan alam, dan hasil kerajinan daerah wisata tertentu; men•cit•ra•kan v menggambarkan: film-film itu ~ Amerika sbg negara sekuler; cit•ra•an n Sas cara membentuk citra mental pribadi atau gambaran sesuatu; kesan atau gambaran visual yg ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yg khas dl karya prosa dan puisi http://www.artikata.com/arti-323864-citra.html Meskipun di kamus tidak ditemukan kata pencitraan bisa disimpulkan bahwa pencitraan adalah tindakan untuk menciptakan citra. Citra bagaimana yang dikehendaki buat Islam dan muslim ? tentu saja citra yang baik yaitu muslim adalah pecinta damai, kompeten, jujur, amanah, pemecah masalah bangsa ini, pelindung minoritas dll. Bukan citra yag negatif – pemarah, garang, kurang atau bahkan tidak kompeten, tidak jujur, korup dll. Bagaimana menciptakan citra yang positif tersebut? Tentu saja dengan kombinasi antara tindakan nyata di lapangan dengan tindakan para pencipta opini yaitu pers, penulis, blogger, pejabat, bahkan juga guru, dalang dan informal leaders. Tindakan nyata di lapangan seperti unjuk rasa boleh saja namun sebaiknya dalam jumlah kecil agar mudah dikontrol sehingga tidak mudah diprovokasi. Ini untuk meminimkan resiko terjadinya kerusuhan. Jadi lebih baik demo kecil tapi tersebar di berbagai daerah. Pers, penulis, blogger, pemimpin formal dan informal dll perlu memberi porsi lebih besar lagi kepada kegiatan positif ummat Islam di banyak bidang yang berdampak positif di masyarakat seperti kegiatan pendidikan, kesehatan,kewiraswastaan dan lain lain. Itulah yang dilakukan oleh pihak lain. 


Kita tidak perlu ragu mengadopsi cara pihak lain mencitrakan diri mereka. Selain itu saya menghimbau kepada pihak lain agar jangan mempekeruh situasi dengan memfokuskan pemberitaan kepada sebagian orang muslim yang gemar melakukan tindakan yang kurang disukai banyak orang. Fokus kepada mereka akan mendistorsi kenyataan bahwa lebih banyak muslim yang melakukan karya yang postif, konstruktif buat bangsa ini. Sejak jaman perjuangan kemerdekaan sampai jaman pembangunan sekarang ini peran muslim besar sekali. Kenapa fokusnya hanya kepada segelintir orang saja. Jangan sampai memakai prinsip ‘bad news is good news’. Kalau semua pihak bisa bergandeng tangan menciptakan citra postif ummat Islam, maka hal ini adalah sumbangan besar sekali kepada persatuan Indonesia. Inilah langkah nyata, bukan cuma retorika semata. Mari kita buktikan bahwa kita bisa.

Wednesday, October 12, 2016

Catatan tentang cerita fiksi dan pendidikan karakter.


Pagi ini aku melihat postingan Mas Hernowo tentang sebuah artikel di Kompas yang berjudul “Cerita Fiksi dan pendidikan Karakter’ oleh Conrad William Watson seorang dosen ITB. Karena kemarin saya belum sempat membaca artikel tersebut maka terdorong oleh postingan mas hernowo itu saya lantas membacanya dengan cermat.
Sebenarnya inti utama artikel tersebut tidak baru buat saya.  Ketika saya masih di smp almarhum bapak sudah berkali kali berkata bahwa cerita fiksi sangat berpengaruh pada karakter manusia.  Cerita fiksi yang dominan pada satu bangsa akan membentuk karakter bangsa tersebut. Beliau memberi contoh beberapa bangsa yang terpengaruh oleh karya fiksi.  Eropa, India, Cina, Jepang, dipengaruhi oleh karya sastra para pujangga mereka.  Jawa kemudian dipengaruhi oleh karya banyak bangsa dalam banyak gelombang. 
Meskipun demikian penjelasan rinci bagaimana pengaruh itu bekerja memang baru saya baca kali ini.  Dalam artikel tersebut ditulis :
....“menonton film atau drama fiksi dapat memicu pelepasan endorfin, senyawa kimia yang menimbulkan perasaan senang...dan meningkatkan ikatan dengan orang sekitar”.
 Kemudian Dunbar menjelaskan bagaimana dongeng dan cerita rakyat mewariskan kebajikan atau menanamkan nilai luhur yang lain, dan betapa penting proses ini untuk “kohesivitas sosial” (kerapatan anggota komunitas atau pakumbuhan satu sama lain).  Apabila kita merenungkan sebentar saja penemuan Dunbar ini, kita dapat menginsafi pentingnya kini usaha membentuk karakter bangsa. (Kompas 12 Oktober 2016)
William lantas menganjurkan orang tua untuk menuturkan cerita kepada anak anaknya sebagai upaya pembentukan karakter.  Para guru juga diharapkan melakukan kegiatan serupa.
Saya punya harapan atau impian agar upaya pembentukan karakter lewat cerita ini ditindak lanjuti oleh semua pihak – pemerintah, pers, penulis, penerbit, orang tua, guru dll dengan sangat serius , terencana, well coordinated. Sebagai pemimpinnya ya mestinya RI 1.
Dengan kata lain pemerintah dan berbagai pihak tsb melakukan kegiatan besar berupa rekayasa kebudayaan dengan fokus membangun literatur bangsa yang akan bisa mempengaruhi karakter bangsa di masa depan.
Sudah saatnya pemerintah merumuskan dengan rinci kebudayaan semacam apa yang kita inginkan.  Sudah saatnya kebudayaan direkayasa, tidak dibiarkan berjalan sendiri apalagi dikuasai, dibentuk oleh orang asing lewat film, games, cerita cerita yang kurang bermutu dan bahkan membentuk karakter yang negatif.
Sudah tentu bakal ada perbenturan opini, pendapat dan kepentingan. Sudah pasti ada pihak yang diuntungkan dengan keadaan sekarang yang akan berupaya menjegal apabila upaya ini dianggap sebagai ancaman kepada kepentingan mereka.
Pengusaha hitam yang berbisnis prostitusi, pornografi pasti tidak mau masyarakat kita menjadi relijius, bermoral beradab karena itu artinya pasar mereka bakal menciut dan bahkan terancam bangkrut.  Maka mereka akan berupaya menciptakan opini yang menggambarkan upaya ini sebagai langkah yang salah, langkah mundur, dan segala macam cap yang negatif.  Karena itu jurus mereka harus diantisipasi dengan tepat.
Pembangunan karakter bangsa adalah kepentingan semua golongan, semua agama, semua kelas sosial, semua suku.  Oleh karena itu sebaiknya semua pihak bekerja sama saling mendukung mencapai tujuan sebagai bangsa yang memiliki karakter : relijius, jujur, pekerja keras (tidak bermental jalan pintas sehingga bermimpi menggandakan uang dsb), rasional (sehingga tidak percaya klenik, dukun dsb), toleran (sehingga tidak lagi saling tuding antar golongan dan bahkan berkelahi),  egaliter (sehingga tidak arogan, tidak merasa golongannya, sukunya yang paling maju, paling unggul), sopan (sehingga tidak berperilaku kasar) dan beberapa sifat positif lain.
Buat para penulis termasuk blogger inilah lahan yang masih terbuka sangat luas buat diolah.  Inilah tantangannya , bagaimana menciptakan cerita yang mampu mempengaruhi opini masyarakat.  Di masa lalu banyak karya sastra yang membuat nenek moyang kita menjadi bersifat feodalis.  Akibatnya masyarakat percaya bahwa ada satu golongan tertentu yang lebih tinggi derajatnya daripada semua golongan.  Kelas elit itulah yang berhak memerintah secara turun temurun.  Kepercayaan ini bertahan ribuan tahun di banyak negara termasuk di Indonesia.  Bahkan detik inipun masih terasa pengaruhnya karena masih banyak orang yang percaya bahwa pemimpin adalah harus keturunan pemimpin juga. 
Sekarang saatnya menulis karya yang tidak terasa menggurui karena banyak orang yang kurang tertarik dengan karya yang terasa menggurui.  Meskipun demikian karya tsb mampu mencetak opini bahwa manusia adalah sederajat.  Dalam negara yang demokratis semuanya adalah sederajat.  Dalam masyarakat yang relijius semuanya sederajat. Hanya ketaqwaan sajalah yang membedakan derajat manusia di mata Allah.  Bukan harta, bukan pangkat, bukan jabatan.
Semoga akan lahir karya yang mengilhami masyarakat bahwa keberhasilan adalah hasil dari doa dan kerja keras, bukan dari jalan pintas. 
Saya lihat sebenarnya bukan hanya karya fiksi yang berpengaruh di masyarakat. Karya non fiksipun memiliki pengaruh yang kuat.
Artikel atau postingan di blog atau buku kisah perjalanan ke luar negri yang ditulis dengan segar, menarik tanpa bernada khotbah barangkali bisa memotivasi orang banyak untuk berperilaku tertib dan sopan ketika sedang berlalu lintas.  Ini karena masyarakat kita punya mentalitas rendah diri. Merasa kalah dengan orang luar negri. Maka mereka cenderung meniru perilaku orang luar.
Kisah sukses pebisnis, ilmuwan, musisi, penulis, seniman, politisi dan lain lain barangkali bisa menginspirasi orang untuk meniru cara mereka meraih sukses dengan cara yang rasional, bukan dari upaya menggandakan uang atau memakai jimat atau melakukan saran dukun.
Bagaimana dengan orang yang tidak bisa menulis?  Apakah mereka bisa berperan? Tentu saja bisa. Saya pernah menonton sebuah liputan di televisi tentang upaya seseorang membangun kebiasaan membaca di kalangan anak anak dengan perpustakaan keliling.  Seribu satu upaya bisa dilakukan orang sesuai dengan kemampuan dan tantangan yang dihadapi oleh lingkungannya.
Semoga semakin banyak orang tergugah melakukan upaya positif konstruktif.  Tidak perlu menunggu. Segeralah berpikir untuk menemukan jalan menuju impian besar ini – membangun karakter bangsa yang unggul dengan karya fiksi dan non fiksi.

Friday, August 26, 2016

Tafsir cerita Ramayana

Tafsir Ramayana Bambang Udoyono Siapa tak kenal dengan cerita Ramayana? Mungkin saja anda belum pernah membaca cerita lengkapnya tapi saya yakin paling tidak anda tahu tentang cerita itu. Bagi mereka yang masih tinggal di lingkungan sosial berbudaya Jawa atau Sunda atau Bali mungkin memahami cerita ini dengan baik. Saya sudah membacanya sejak kecil. Kemudian ketika beranjak dewasa saya pernah nonton pertunjukan wayang kulit dan wayang wong dengan cerita ini. Ketika saya menjadi pramuwisata saya mempelajari cerita yang dipahatkan di dinding candi Prambanan. Ada sebuah tafsir tentang cerita ini yang saya pernah baca. Saya membacanya di sebuah koran tapi saying sekali saya sudah lupa nama korannya apalagi nama penulisnya. Meskipun demikian ada satu poin yang masih saya ingat sampai sekarang. Penulis ini manafsirkan sebuah episode dalam cerita ini dengan sangat menarik sehingga saya masih ingat sampai sekarang. Rama dan istrinya Sinta sedang berada di sebuah hutan dengan ditemani oleh Lesmono, adik laki laki Rama ketika Sinta melihat seekor kijang yang disebut dalam cerita itu sebagai kijang kencana alias kijang emas. Kijang cantik itu lewat di dekat mereka dan menarik perhatian Sinta. Dia lantas meminta suaminya menangkap kijang tersebut. Rama meminta Lesmono menjaga kakaknya dan dia lantas memburu si kijang. Pada awalnya dia ingin menangkap si kijang hidup hidup tapi ternyata kijang itu mampu berlari dengan sangat cepat sehingga Rama tidak mampu menangkapnya. Dia berlari menjauhi Sinta dan Lesmono. Rama terus mengejar sehingga mereka tidak terlihat lagi oleh Sinta dan Lesmono. Rama kehilangan kesabaran dan lantas memutuskan untuk memanah kijang itu. Dibidiknya si kijang dan tak lama kemudian anak panah melesat dan mengenai si kijang. Ketika anak panah mengenainya si kijang menjerit keras memanggil nama Sinta lalu jatuh tersungkur dan berubah ujud menjadi seorang raksasa. Ternyata dia adalah Kala Marica, seorang prajurit dari kerajaan Alengka yang disuruh oleh rajanya Rahwana untuk menggoda Rama dan Sinta. Kala Marica berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Dia sudah memisahkan Rama dari Sinta. Sementara itu Sinta yang dijaga oleh Lesmono mendengar suara jeritan yang memanggil namanya dari kejauhan. Suara itu tidak terlalu jelas tapi terdengar namanya dipanggil. Sinta lalu meminta Lesmono untuk menyusul kakaknya karena dia mengkuatirkan keselamatan Rama. Pada awalnya Lesmono menolak. Dia sangat yakin dengan kesaktian kakaknya. Dia yakin tak seorangpun mampu mengalahkan Rama. Tapi Sinta tetap berkeras memerintahkannya mencari Rama. Akhirnya Lesmono mengalah tapi dengan syarat Sinta tidak akan keluar dari garis yang akan dia buat. Lesmono kemudian membuat garis melingkar di tanah. Dia menekankan agar Sinta jangan sekali sekali melangkah keluar dari garis itu, apapun yang terjadi. Sinta berjanji mematuhinya. Setelah itu Lesmono pergi menyusul Rama. Tidak lama kemudian muncul seorang pengemis tua mendatangi Sinta. Dia meminta sedekah dari Sinta. Ketika dia akan melangkahi garis yang sudah dibikin oleh Lesmono seketika dia langsung jatuh terjengkang ke belakang seolah olah ada kekuatan yang mendorongnya. Sinta merasa iba lantas dia melangkah keluar dari garis untuk menolong pengemis tua dan memberinya sedekah. Si pengemis tua mendadak berubah menjadi seorang raksasa yang gagah perkasa yang lantas memaksa Sinta mengikutinya. Dialah Rahwana, raja raksasa dari Alengka yang mencintai Sinta dan ingin memperistrinya meskipun Sinta sudah bersuami. Kemudian Sinta dibawa dengan paksa ke Alengka. Inilah penyebab perang besar antara Rama yang memiliki bala tentara kera dengan Rahwana dengan bala tentara raksasanya. Penulis yang saya lupa namanya tadi menafsirkan peristiwa penculikan ini dengan menarik. Menurut dia garis yang dibikin oleh Lesmono adalah metafora dari norma agama. Wanita dibatasi perilakunya oleh norma agama. Ketika dia berada di dalam garis itu dia akan tetap selamat. Tetapi kalau dia melangkah keluar dari garis itu alias melanggar norma agama maka dia akan mendapatkan malapetaka yang disimbolkan dengan diculik raja raksasa. Saya sangat setuju dengan tafsir penulis ini. Saya perhatikan di dalam masyarakat banyak sekali wanita yang menjadi ruwet hidupnya karena melangkah keluar dari norma agama. Sebaliknya saya melihat banyak sekali wanita yang tetap aman bahkan hidup mulia karena tetap berada di dalam garis itu. Tafsir lain adalah tentang kijang kencana. Dia menafsirkannya sebagai harta duniawi. Wanita bisa mendorong suaminya terlalu bernafsu mengejar harta duniawi sehingga berakibat negatif. Bukan kebahagiaan yang didapat tapi justru malapetaka. Apakah demikian maksud penulis cerita Ramayana? Hanya Tuhan dan dia yang tahu dengan pasti. Meskipun demikian karya sastra memang penuh dengan metafora. Karya sastra terbuka terhadap tafsir. Jadi sah sah saja kita menafsirkan karya sastra. Setelah tersebar maka karya sastra memang milik publik yang bebas menafsirkan bahkan menciptakan tambahan atau pengurangan seperti yang dilakukan oleh nenek moyang kita.

Wednesday, July 27, 2016

Catatan tentang cerita Panji

Catatan tentang cerita Panji Bambang Udoyono Selain gemar membaca cerita dari barat sudah sejak lama saya suka membaca cerita klasik dari Jawa. Dulu almarhum bapak berlangganan majalah ‘Mekar Sari’ dari Yogyakarta yang selalu menampilkan cerita dari sejarah Jawa. Jadi saya sudah lama akrab dengan kisah Majapahit, Mataram, Pajang dan lain lain. Selain itu novel ‘Nagasasra dan Sabuk Inten’ dari SH Mintardja juga salah satu kegemaran saya. Meskipun demikian saya belum pernah membaca cerita Panji secara komprehensif. Barulah belum lama ini saya mulai tertarik membaca cerita Panji setelah saya menemukan sebuah artikel di Tempo tentang seorang peneliti Jerman bernama Lydia Kieven yang meneliti tentang cerita tersebut. Mulailah saya browsing mencari informasi tentang cerita tersebut. Di berbagai blog dan website saya mendapatkan ringkasannya. Saya juga mengunjungi Perpustakaan Nasional di Jalan Salemba, Jakarta buat mencari naskah aslinya yang tertulis dalam huruf Jawa. Sayangnya saya sudah tidak bisa membaca huruf Jawa. Ternyata ada banyak sekali cerita Panji. Jumlahnya sampai puluhan. Terlintas juga rasa bangga dengan kreativitas nenek moyang. Mereka tidak hanya menyalin cerita asing tapi ternyata mampu menciptakan cerita dengan tokoh, setting dan alur cerita yang asli Nusantara. Satu hal yang saya agak heran adalah para penulis itu tidak ada yang menuliskan namanya. Dalam kasus lain ada beberapa penulis yang masih diketahui dengan jelas namanya seperti Empu Kanwa, Empu Sedah, Empu Panuluh, Prapanca dan lain lain. Sampai catatan awal ini saya tulis saya beum selesai membaca rincian semua cerita itu. Meskipun demikian beberapa ringkasannya sudah saya baca. Karena tidak bisa membaca tulisan aslinya yang dalam aksara Jawa maka saya hanya membaca transliterasinya. Bahasa sastra memang lebih banyak variasi katanya daripada bahasa lisan. Saya hanya menguasai bahasa Jawa untuk percakapan dan belum pernah belajar tata bahasanya dengan serius makanya saya tidak sepenuhnya memahami tulisan tersebut. Meskipun demikian itu bukan halangan bagi saya untuk memahami alur cerita dan menikmati keindahan karya sastra nenek moyang itu. Selain banyaknya variasi cerita yang menunjukkan kreativitas nenek moyang, saya juga terkesan dengan persebaran cerita ini. Meskipun salnya dari Jawa Timur cerita ini ditemukan juga dalam versi Bali, Palembang, Melayu, Khmer, Thai dan konon juga Myanmar. Di Asia tengara daratan namanya cerita Inao. Kata ini jelas ucapan lokal dari kata Inu yang merupakan nama tokoh utamanya Panji Inu Kertapati. Sampai saat ini saya baru membaca cerita yang versi Jawa. Bagi saya saat ini yang paling menarik adalah lakon ‘Joko Kembang Kuning’. Kemudian juga ‘Remeng Mangunjaya’. Cerita lain misalnya ‘Panji Angronakung’ dan ‘Panji Jaya Kusuma’ tidak alah menarik. Selama beberapa hari berkutat dengan cerita Panji ini timbul gagasan saya untuk menuliskannya dalam bahasa Inggris dan lantas menerbitkannya di luar. Saya tidak bermaksud untuk menterjemahkannya tapi menuliskan dalam gaya saya sendiri. Langkah pertama sudah saya ambil yaitu menuliskan ringkasannya dalam bahasa Inggris. Di luar dugaan kegiatan ini memunculkan gagasan baru. Gagasan baru saya adalah menulis novel dengan cerita Panji. Mengapa tidak? Cerita ini nantinya merupakan metafora tentang masalah sosial politik mutakhir yang dihadapi bangsa ini. Saya ingin menyampaikan sesuatu pesan dengan cerita ini. Pesan apakah itu? Sebaiknya tidak saya utarakan dengan lugas. Karya sastra itu bisa multi tafsir. Jadi apapun tafsiran pembaca nanti sah sah saja. Jadi silahkah tunggu saat terbitnya

Kiat kehidupan dan memanah, catatan tentang 'The way of the bow' oleh Paulo Coelho

Kiat kehidupan dan memanah, catatan tentang ebook ‘The way of the bow’ by Paulo Coelho.

Penulis Brazil Paulo Coelho memakai kegiatan memanah untuk melukiskan dengan sangat indah kiat kehidupan. Itulah yang saya tangkap dari ebook pendek atau cerpen panjangnya ini. Ceritanya sederhana namun sangat kuat mengutarakan ajaran kehidupan. Suatu hari seorang anak bertemu dengan seorang asing yang datang ke desanya. Si anak mengantarnya menemui seorang tukang kayu yang bernama Tetsuya. Kemudian ketika mereka bertemu si orang asing memamerkan kelihaiannya memanah kepada Tetsuya. Dari jarak empatpuluh meter dia membidik dan mengenai sasaran berupa buah cherry. Setelah itu Tetsuya mengajak mereka berjalan. Di sebuah jembatan kecil yang terbuat dari tali dan bergoyang Tetsuya membidik dan mengenai sasarannya berupa buah persik. Orang asing mengaku kalah dan Tetsuya memberikan nasehatnya. Orang asing itu sudah mumpuni secara teknis dan mental tapi dia hanya mampu memanah dengan baik apabila semua faktor mendukungnya. 


Dalam kenyataannya tidak selalu semua faktor mendukung seperti misalnya jembatan yang bergoyang tadi. Tapi seseorang yang sudah betul betul sampai pada tingkatan tinggi akan tetap mampu mengatasinya. Dalam perjalanan pulang si anak meminta berguru kepada Tetsuya. Di bagian inilah Paulo Coelho memakai untuk memaparkan ajarannya. Dia rincikan permisalan dari panah, dukungan orang lain, gendewa, sasaran, posisi tubuh, cara memegang gendewa, cara memegang panah, cara memegang tali, cara membidik, cara melepaskan anak panah, cara mengamati lepasnya anak panah, dan semua rincian memanah. 


 Semua rincian teknis memanah itu adalah prinsip yang bisa diterapkan dalam semua bidang kehidupan. Saya jadi ingat cerita almarhum bapak puluhan tahun lalu ketika saya masih kecil. Beliau sering bercerita tentang wayang. Ada satu episode ketika Pendowo dan Kurowo masih muda. Mereka diajari memanah oleh Begawan Durno. Latihan memanah itu dilakukan dengan memakai ‘Aji Sirwenda’ ini adalah menghimpun kekuatan lahir batin untuk mencapai sasaran dalam kehidupan, bukan hanya sasaran dalam memanah saja. Jadi itulah sebabnya Durna mengajarkan memanah kepada muridnya. Salah satu adegan menarik dalam cerita itu adalah ketika suatu hari mereka berlatih memanah lantas Durna bertanya kepada mereka apa yang terlihat. Semuanya menjawab kecuali Arjuna. Kurowo menjawab yang terlihat pohon, daun dll. Pada pertanyaan ketiga barulah Arjuna menjawab bahwa yang terlihat hanyalah kepala patung burung yang jadi sasaran. Durna mengatakan hanya Arjuna yang bakal mengenai sasaran karena sebelum memanah dia sudah fokuskan perhatian pada sasaran sedangkan yang lain tidak. 

Ajaran Durna dalam cerita wayang itu sama persis dengan pikiran Paulo Coelho dalam cerpen panjangnya ini. Mungkin kenangan atas cerita wayang itu yang membuat saya sangat menikmati cerita ini. Meskipun demikian saya yakin bahwa cerita ini indah sekali dan dalam sekali maknanya sehingga akan bisa dinikmati banyak orang. Terjemaham bahasa Inggrisnya juga bagus sekali sehingga buku ini sangat enak dibaca. Bahkan seusai membacanya saya masih terus merasakan indahnya.