Wednesday, July 27, 2016
Catatan tentang cerita Panji
Catatan tentang cerita Panji
Bambang Udoyono
Selain gemar membaca cerita dari barat sudah sejak lama saya suka membaca cerita klasik dari Jawa. Dulu almarhum bapak berlangganan majalah ‘Mekar Sari’ dari Yogyakarta yang selalu menampilkan cerita dari sejarah Jawa. Jadi saya sudah lama akrab dengan kisah Majapahit, Mataram, Pajang dan lain lain. Selain itu novel ‘Nagasasra dan Sabuk Inten’ dari SH Mintardja juga salah satu kegemaran saya. Meskipun demikian saya belum pernah membaca cerita Panji secara komprehensif. Barulah belum lama ini saya mulai tertarik membaca cerita Panji setelah saya menemukan sebuah artikel di Tempo tentang seorang peneliti Jerman bernama Lydia Kieven yang meneliti tentang cerita tersebut.
Mulailah saya browsing mencari informasi tentang cerita tersebut. Di berbagai blog dan website saya mendapatkan ringkasannya. Saya juga mengunjungi Perpustakaan Nasional di Jalan Salemba, Jakarta buat mencari naskah aslinya yang tertulis dalam huruf Jawa. Sayangnya saya sudah tidak bisa membaca huruf Jawa. Ternyata ada banyak sekali cerita Panji. Jumlahnya sampai puluhan. Terlintas juga rasa bangga dengan kreativitas nenek moyang. Mereka tidak hanya menyalin cerita asing tapi ternyata mampu menciptakan cerita dengan tokoh, setting dan alur cerita yang asli Nusantara. Satu hal yang saya agak heran adalah para penulis itu tidak ada yang menuliskan namanya. Dalam kasus lain ada beberapa penulis yang masih diketahui dengan jelas namanya seperti Empu Kanwa, Empu Sedah, Empu Panuluh, Prapanca dan lain lain.
Sampai catatan awal ini saya tulis saya beum selesai membaca rincian semua cerita itu. Meskipun demikian beberapa ringkasannya sudah saya baca. Karena tidak bisa membaca tulisan aslinya yang dalam aksara Jawa maka saya hanya membaca transliterasinya. Bahasa sastra memang lebih banyak variasi katanya daripada bahasa lisan. Saya hanya menguasai bahasa Jawa untuk percakapan dan belum pernah belajar tata bahasanya dengan serius makanya saya tidak sepenuhnya memahami tulisan tersebut. Meskipun demikian itu bukan halangan bagi saya untuk memahami alur cerita dan menikmati keindahan karya sastra nenek moyang itu.
Selain banyaknya variasi cerita yang menunjukkan kreativitas nenek moyang, saya juga terkesan dengan persebaran cerita ini. Meskipun salnya dari Jawa Timur cerita ini ditemukan juga dalam versi Bali, Palembang, Melayu, Khmer, Thai dan konon juga Myanmar. Di Asia tengara daratan namanya cerita Inao. Kata ini jelas ucapan lokal dari kata Inu yang merupakan nama tokoh utamanya Panji Inu Kertapati.
Sampai saat ini saya baru membaca cerita yang versi Jawa. Bagi saya saat ini yang paling menarik adalah lakon ‘Joko Kembang Kuning’. Kemudian juga ‘Remeng Mangunjaya’. Cerita lain misalnya ‘Panji Angronakung’ dan ‘Panji Jaya Kusuma’ tidak alah menarik.
Selama beberapa hari berkutat dengan cerita Panji ini timbul gagasan saya untuk menuliskannya dalam bahasa Inggris dan lantas menerbitkannya di luar. Saya tidak bermaksud untuk menterjemahkannya tapi menuliskan dalam gaya saya sendiri. Langkah pertama sudah saya ambil yaitu menuliskan ringkasannya dalam bahasa Inggris. Di luar dugaan kegiatan ini memunculkan gagasan baru.
Gagasan baru saya adalah menulis novel dengan cerita Panji. Mengapa tidak? Cerita ini nantinya merupakan metafora tentang masalah sosial politik mutakhir yang dihadapi bangsa ini. Saya ingin menyampaikan sesuatu pesan dengan cerita ini. Pesan apakah itu? Sebaiknya tidak saya utarakan dengan lugas. Karya sastra itu bisa multi tafsir. Jadi apapun tafsiran pembaca nanti sah sah saja. Jadi silahkah tunggu saat terbitnya
Labels:
Bambang Udoyono,
Cerita Panji,
cerita rakyat Indonesia,
Inao,
Joko Kembang Kuning,
Panji Angron Akung,
Panji Jaya Kusuma,
Remeng Mangunjaya
Kiat kehidupan dan memanah, catatan tentang 'The way of the bow' oleh Paulo Coelho
Kiat kehidupan dan memanah, catatan tentang ebook ‘The way of the bow’ by Paulo Coelho.
Penulis Brazil Paulo Coelho memakai kegiatan memanah untuk melukiskan dengan sangat indah kiat kehidupan. Itulah yang saya tangkap dari ebook pendek atau cerpen panjangnya ini.
Ceritanya sederhana namun sangat kuat mengutarakan ajaran kehidupan. Suatu hari seorang anak bertemu dengan seorang asing yang datang ke desanya. Si anak mengantarnya menemui seorang tukang kayu yang bernama Tetsuya. Kemudian ketika mereka bertemu si orang asing memamerkan kelihaiannya memanah kepada Tetsuya. Dari jarak empatpuluh meter dia membidik dan mengenai sasaran berupa buah cherry. Setelah itu Tetsuya mengajak mereka berjalan. Di sebuah jembatan kecil yang terbuat dari tali dan bergoyang Tetsuya membidik dan mengenai sasarannya berupa buah persik. Orang asing mengaku kalah dan Tetsuya memberikan nasehatnya.
Orang asing itu sudah mumpuni secara teknis dan mental tapi dia hanya mampu memanah dengan baik apabila semua faktor mendukungnya.
Dalam kenyataannya tidak selalu semua faktor mendukung seperti misalnya jembatan yang bergoyang tadi. Tapi seseorang yang sudah betul betul sampai pada tingkatan tinggi akan tetap mampu mengatasinya.
Dalam perjalanan pulang si anak meminta berguru kepada Tetsuya. Di bagian inilah Paulo Coelho memakai untuk memaparkan ajarannya. Dia rincikan permisalan dari panah, dukungan orang lain, gendewa, sasaran, posisi tubuh, cara memegang gendewa, cara memegang panah, cara memegang tali, cara membidik, cara melepaskan anak panah, cara mengamati lepasnya anak panah, dan semua rincian memanah.
Semua rincian teknis memanah itu adalah prinsip yang bisa diterapkan dalam semua bidang kehidupan.
Saya jadi ingat cerita almarhum bapak puluhan tahun lalu ketika saya masih kecil. Beliau sering bercerita tentang wayang. Ada satu episode ketika Pendowo dan Kurowo masih muda. Mereka diajari memanah oleh Begawan Durno. Latihan memanah itu dilakukan dengan memakai ‘Aji Sirwenda’ ini adalah menghimpun kekuatan lahir batin untuk mencapai sasaran dalam kehidupan, bukan hanya sasaran dalam memanah saja. Jadi itulah sebabnya Durna mengajarkan memanah kepada muridnya.
Salah satu adegan menarik dalam cerita itu adalah ketika suatu hari mereka berlatih memanah lantas Durna bertanya kepada mereka apa yang terlihat. Semuanya menjawab kecuali Arjuna. Kurowo menjawab yang terlihat pohon, daun dll. Pada pertanyaan ketiga barulah Arjuna menjawab bahwa yang terlihat hanyalah kepala patung burung yang jadi sasaran. Durna mengatakan hanya Arjuna yang bakal mengenai sasaran karena sebelum memanah dia sudah fokuskan perhatian pada sasaran sedangkan yang lain tidak.
Ajaran Durna dalam cerita wayang itu sama persis dengan pikiran Paulo Coelho dalam cerpen panjangnya ini. Mungkin kenangan atas cerita wayang itu yang membuat saya sangat menikmati cerita ini. Meskipun demikian saya yakin bahwa cerita ini indah sekali dan dalam sekali maknanya sehingga akan bisa dinikmati banyak orang.
Terjemaham bahasa Inggrisnya juga bagus sekali sehingga buku ini sangat enak dibaca. Bahkan seusai membacanya saya masih terus merasakan indahnya.
Labels:
ajaran menggapai cita cita,
kiat kehidupan,
mencapai sasaran,
mencapai tujuan,
Paulo Coelho,
penulis Brazil,
prinsip kehidupan
Subscribe to:
Comments (Atom)