Bambang Udoyono
Arjuna Wiwaha adalah sebuah cerita klasik dalam sastra
Jawa yang ditulis oleh Empu Kanwa di abad ke 11 dalam bentuk kekawin. Kekawin adalah salah satu bentuk karya sastra
Jawa kuno dalam bentuk puisi yang memiliki kaidah kaidah spesifik. Gelar Empu
menunjukkan bahwa dia adalah seorang cendekiawan yang diakui dan dihormati di
masyarakat Jawa di masa lalu.
Empu Kanwa merangkai cerita ini dengan memakai tokoh
tokoh dalam cerita Mahabarata. Plotnya dia ciptakan sendiri. Jadi ini adalah
cerita varian dari Mahabarata. Dalam bahasa Jawa ada istilah ‘carangan’ untuk menyebut karya tambahan
yang bukan asli dari Mahabarata. Inilah cerita Arjuna Wiwaha secara singkat.
Ketika itu hubungan antara Pendowo Limo dengan saudara
sepupunya Kurowo sudah semakin meruncing.
Permintaan Pendowo kepada Kurowo agar Pendowo menguasai kembali negri
Ngamarta dan Ngestina ditolak oleh Kurowo. Akibatnya ketegangan semakin
meningkat. Maka Pendowo lantas
menyiapkan pasukan untuk menyambut perang besar di kalangan keluarga Barata
alias Baroto yudo joyo binangun dalam
bahasa Jawa. Arjuna mempersiapkan diri dengan bertapa di gunung Indrakila. Konon dalam tapanya Arjuna digoda oleh
beberapa bidadari tercantik dari kahyangan.
Meskipun Arjuna dikenal sebagai seorang play boy namun dia berhasil mengatasi ujian tersebut sehingga dewa
mengabulkan tapanya dan dia diberi hadiah sebuah anak panah pusaka bernama
Pasopati yang sangat sakti mandraguna.
Kalau panah itu ditujukan ke gunung maka gunung itu akan runtuh dan
kalau ditujukan ke laut maka laut tersebut akan kering, demikian para dalang
Jawa menggambarkan kesaktian pusakanya.
Setelah
mendapatkan pusaka Arjuna turun gunung bermaksud akan pulang. Ketika dalam perjalanan turun dia dikejutkan
dengan keributan yang disebabkan oleh seekor celeng raksasa yang mengamuk. Si
celeng memakan tanaman di kebun penduduk dan ketika dihalau malah mengamuk
sehingga jatuh banyak korban. Melihat
kedatangan Arjuna orang desa lantas meminta pertolongannya. Sebagai seorang satria Arjuna merasa
berkewajiban menolong penduduk yang sedang terancam bahaya. Tanpa ragu dia mengambil panah pusakanya.
Dibidiknya si celeng dan kesaktian panah terbukti. Si celeng raksasa tersungkur mati
seketika. Arjuna dan penduduk datang
mendekati bangkai celeng.
Tiba
tiba dari sisi lain muncul seorang satria yang membawa busur. Dia lantas mencabut anak panah yang tertancap
di badan celeng. Semua orang terkejut. Di badan celeng ternyata ada dua anak
panah. Arjuna juga mencabut anak
panahnya dan mengatakan panahnyalah yang membunuh celeng karena lebih dekat ke
jantung celeng daripada panah satria tersebut. Si satria juga berkata demikian
sehingga terjadi perdebatan dan akhirnya perkelahian.
Pada
awalnya perkelahian itu imbang tapi akhirnya Arjuna terdesak dan bahkan jatuh,
kalah telak oleh satria itu. Arjuna
sudah tidak berdaya ketika sang satria tiba tiba berubah menjadi seorang
dewa. Arjuna menyembah dan meminta
maaf. Untunglah Arjuna diampuni dan dia
bisa pulang.
Sampai
di sini ada satu adegan penting yang menarik perhatian saya dari cerita ini
yaitu adegan ketika anak panah Arjuna dan satria secara bersamaan mengenai dan
membunuh celeng. Kemudian mereka berdebat dan bertengkar soal
panah siapa yang membunuh celeng. Saya
yakin bahwa ini adalah metafora dari si penulis bahwa keberhasilan manusia
dalam mencapai cita citanya adalah kombinasi antara kehendak Tuhan dengan upaya
manusia. Ngeyelnya Arjuna mewakili
pandangan kaum sekuler bahwa keberhasilan manusia adalah murni karena upaya
manusia. Perkelahian yang dimenangkan
oleh satria juga matafora bahwa sesakti apapun manusia tidak akan menang dengan
Tuhan. Karena itu manusia harus
bersyukur, tunduk patuh kepada Tuhan.
Itulah pesan moral si penulis dalam pandangan saya. Kebenarannya hanya Tuhan dan Empu Kanwa saja
yang tahu.
Cerita
Arjuna Wiwaha ini ini menurut saya sangat indah dan mengandung banyak
metafora. Saya yakin metafora itu berisi
pesan moral dari Empu Kanwa. Karena itu
saya memiliki tafsir atas bagian lain dari cerita ini yang
saya tulis dalam artikel terpisah. Jadi tunggu artikel
berikut.