Tuesday, March 20, 2018

Kehendak Tuhan dan Upaya manusia


Kehendak Tuhan dan Upaya manusia
Bambang Udoyono
Arjuna Wiwaha adalah sebuah cerita klasik dalam sastra Jawa yang ditulis oleh Empu Kanwa di abad ke 11 dalam bentuk kekawin.  Kekawin adalah salah satu bentuk karya sastra Jawa kuno dalam bentuk puisi yang memiliki kaidah kaidah spesifik. Gelar Empu menunjukkan bahwa dia adalah seorang cendekiawan yang diakui dan dihormati di masyarakat Jawa di masa lalu. 
Empu Kanwa merangkai cerita ini dengan memakai tokoh tokoh dalam cerita Mahabarata. Plotnya dia ciptakan sendiri. Jadi ini adalah cerita varian dari Mahabarata. Dalam bahasa Jawa ada istilah ‘carangan’ untuk menyebut karya tambahan yang bukan asli dari Mahabarata. Inilah cerita Arjuna Wiwaha secara singkat.
Ketika itu hubungan antara Pendowo Limo dengan saudara sepupunya Kurowo sudah semakin meruncing.  Permintaan Pendowo kepada Kurowo agar Pendowo menguasai kembali negri Ngamarta dan Ngestina ditolak oleh Kurowo. Akibatnya ketegangan semakin meningkat.  Maka Pendowo lantas menyiapkan pasukan untuk menyambut perang besar di kalangan keluarga Barata alias Baroto yudo joyo binangun dalam bahasa Jawa. Arjuna mempersiapkan diri dengan bertapa di gunung Indrakila.  Konon dalam tapanya Arjuna digoda oleh beberapa bidadari tercantik dari kahyangan.  Meskipun Arjuna dikenal sebagai seorang play boy namun dia berhasil mengatasi ujian tersebut sehingga dewa mengabulkan tapanya dan dia diberi hadiah sebuah anak panah pusaka bernama Pasopati yang sangat sakti mandraguna.  Kalau panah itu ditujukan ke gunung maka gunung itu akan runtuh dan kalau ditujukan ke laut maka laut tersebut akan kering, demikian para dalang Jawa menggambarkan kesaktian pusakanya.
Setelah mendapatkan pusaka Arjuna turun gunung bermaksud akan pulang.  Ketika dalam perjalanan turun dia dikejutkan dengan keributan yang disebabkan oleh seekor celeng raksasa yang mengamuk.   Si celeng memakan tanaman di kebun penduduk dan ketika dihalau malah mengamuk sehingga jatuh banyak korban.  Melihat kedatangan Arjuna orang desa lantas meminta pertolongannya.  Sebagai seorang satria Arjuna merasa berkewajiban menolong penduduk yang sedang terancam bahaya.  Tanpa ragu dia mengambil panah pusakanya. Dibidiknya si celeng dan kesaktian panah terbukti.  Si celeng raksasa tersungkur mati seketika.  Arjuna dan penduduk datang mendekati bangkai celeng. 
Tiba tiba dari sisi lain muncul seorang satria yang membawa busur.  Dia lantas mencabut anak panah yang tertancap di badan celeng.  Semua orang terkejut.  Di badan celeng ternyata ada dua anak panah.  Arjuna juga mencabut anak panahnya dan mengatakan panahnyalah yang membunuh celeng karena lebih dekat ke jantung celeng daripada panah satria tersebut. Si satria juga berkata demikian sehingga terjadi perdebatan dan akhirnya perkelahian.
Pada awalnya perkelahian itu imbang tapi akhirnya Arjuna terdesak dan bahkan jatuh, kalah telak oleh satria itu.  Arjuna sudah tidak berdaya ketika sang satria tiba tiba berubah menjadi seorang dewa.  Arjuna menyembah dan meminta maaf.  Untunglah Arjuna diampuni dan dia bisa pulang.
Sampai di sini ada satu adegan penting yang menarik perhatian saya dari cerita ini yaitu adegan ketika anak panah Arjuna dan satria secara bersamaan mengenai dan membunuh celeng.  Kemudian mereka berdebat dan bertengkar soal panah siapa yang membunuh celeng.  Saya yakin bahwa ini adalah metafora dari si penulis bahwa keberhasilan manusia dalam mencapai cita citanya adalah kombinasi antara kehendak Tuhan dengan upaya manusia. Ngeyelnya Arjuna mewakili pandangan kaum sekuler bahwa keberhasilan manusia adalah murni karena upaya manusia.   Perkelahian yang dimenangkan oleh satria juga matafora bahwa sesakti apapun manusia tidak akan menang dengan Tuhan.  Karena itu manusia harus bersyukur, tunduk patuh kepada Tuhan.  Itulah pesan moral si penulis dalam pandangan saya.  Kebenarannya hanya Tuhan dan Empu Kanwa saja yang tahu. 
Cerita Arjuna Wiwaha ini ini menurut saya sangat indah dan mengandung banyak metafora.  Saya yakin metafora itu berisi pesan moral dari Empu Kanwa.  Karena itu saya memiliki tafsir atas bagian lain dari cerita ini yang saya tulis dalam artikel terpisah.  Jadi tunggu artikel berikut.