Monday, January 14, 2019

Menulis bersama Kagama.


Menulis bersama Kagama

Bambang Udoyono

Ketika mendapat informasi tentang acara yang bertajuk Kagama menulis  dengan topik story telling  saya langsung tertarik.  Topik dan komunitas itu membangkitkan rasa ingin tahu saya. Lagipula tempatnya tidak susah dijangkau karena dekat.

Maka pada hari Sabtu pagi tanggal 12 Januari 2019 saya berangkat ke acara ini di kampus MM UGM di Saharjo,  walaupun pada saat yang sama ada acara sepeda santai di Depok bersama teman teman SMA yang sudah lama akrab.  Lalu lintas hari Sabtu pagi tidak padat sehingga sebelum acara mulai saya sudah sampai di kampus tersebut.

Kesan sepintas dari luar lumayan bagus juga kampus ini.  Letaknya cukup mudah dijangkau.  Sayangnya halaman parkirnya agak kurang luas untuk menampung banyak mobil.  Ketika ada acara yang dihadiri banyak orang agaknya mereka akan kekurangan tempat parkir.  Melangkah ke dalam kampus kesan bagus makin terasa.  Kampus itu tidak mewah tapi fasiltasnya memadai.  Di antara dua gedungnya ada tempat untuk duduk santai.  Di depan pintu ada orang yang siap menerima tamu dna mengarahkannya.  Di dalam banyak ruang kelas yang mirip kelas saya di kampus Fisipol yang di mBlimbingsari, dengan lantainya yang miring, makin ke belakang makin naik. 

Memasuki ruang 502 nampak beberapa orang sudah duduk santai di sana.  Kesan pertama ruang itu tidak terlalu luas tapi fasilitasnya cukup bagus. Saya lihat kursinya lumayan nyaman, ada proyektor, layar dan meja yang lumayan luas dan nyaman. Sayangnya udaranya agak pengap. Mestinya dari pagi dibuka dulu agar ada pergantian udara.  Saya lantas berkenalan dengan beberapa orang teman baru yang rata rata suka menulis. 

Tidak lama setelah pembukaan dengan menyanyikan lagu Indonesia raya acara dimulai.  Kali ini penyaji materi adalah Budi Setyarso yang sehari hari berprofesi sebagai kepala redaksi Koran Tempo.  Dia memaparkan tentang story telling untuk wacana non fiksi.  Sebenarnya topik ini tidak baru buat saya. Saya sudah menerapkan hal ini dalam buku saya.  Meskipun demikian menyimak paparan dari seorang jurnalis menarik juga.  Menurut dia prinsip penulisan berita ini bisa diterapkan dalam berbagai bidang.

Budi Setyarso membuka paparannya dengan memutar sebuah video tentang Steve Job yang sedang melakukan launching produk Apple di tahun 2007.  Ini adalah pilihan yang baik sekali karena Steve Job memang selain dikenal sebagai pebisnis top dia juga dikenal sebagai seorang public speaker terbaik dunia.  Presentasinya di product lauching apple ini dan juga pidatonya di Universitas Standford sangat terkenal sehinga menjadi rujukan orang sejagad yang ingin belajar public speaking, pidato, presentasi, pokoknya berwacana.   Singkat saja presentasi Steve Job tersebut tapi sangat powerful.  Dengan sedikit kata tapi dengan struktur yang bagus, dengan bantuan tampilan visual yang excellent dia berhasil memperkenalkan produk barunya. Berhasil di sini dalam arti presentasi itu sukses dan sehingga sukses juga penjualan produknya.   Setelah pemutaran video itu barulah Budi memaparkan materinya.

Story telling ini terdiri dari tiga bagian.  Bagian pertama yang biasa disebut lead berfungsi memberi informasi singkat tentang apa yang akan dibahas di dalam artikel itu.  Ia juga berfungsi sebagai penarik agar pembaca terus membaca artikel tersebut.  Karena itu ia adalah bagian terpenting.  Bagian ini harus bagus, informatif, menarik.  Bagian ini cukup dengan satu alinea pendek saja. 

Bagian kedua adalah paparan rinci yang bisa terdiri dari beberapa alinea. Bagian ini biasanya terpanjang karena berisi rincian.  Kemudian bagian ketiga adalah penutup.  Bagian ini tidak harus berupa kesimpulan. Bisa saja sekedar satu paragraf yan menutupnya.  Tanpa ini maka paparan terasa kurang lengkap dan bahkan hambar.  Jadi bagian ini penting juga.

Masih menurut Budi bahasa yang dipakai menyampaikan sebaiknya bahasa yang mudah dipahami, bukan bahasa yang membuat pusing pembaca.  Panjang kalimatnya sebaiknya tidak lebih dari duabelas kata. Usahakan memakai bahasa Indonesia yang baik.  Ragamnya tergantung pada siapa pembacanya dan apa materinya.  Pilihannya ada bahasa ragam formal dan informal misalnya.  Mana yang dipakai terserah disuaikan audiensnya dan tujuan wacana itu.     

Satu hal lagi yaitu unsur personal.  Seperti dalam video Steve Job yang memaparkan sejarah Apple, lalu baru memaparkan produk barunya dengan singkat, tidak masuk ke detil teknis yang terlalu rinci.  Jadi kalau kita menulis artikel singkat tentang wisata ke Cina, misalnya, sebaiknya paparkan pengalaman kita di sana, bukan sekedar fakta yang bisa dengan mudah didapatkan di internet atau buku. 

Paparan Budi diselingi dengan tanya jawab yang lumayan seru.  Salah satu pertanyaan yang menarik adalah tentang framing.  Seseorang bertanya bagaiman tentang framing.  Bukankah pers melakukan framing.  Dengan lihai Budi Setyarso berkelit.  Katanya dalam proses penulisan berita tidak ada istilah yang namanya framing.  Adanya materi yang dia paparkan itu, story telling untuk menceritakan realita, bukan fiksi.  Memang pernah ada kejadian wartawan menulis berita fiktif, dia berikan beberapa contoh di Indonesia bahkan di Amerika Serikat, tapi lantas ketahuan dan diberi sangsi.  Meskipun demikian buat saya nampak jelas bahwa pers melakukan framing. Ambil contoh pers barat yang jelas jelas menggambarkan Islam selalu negatif.  Jadi kesimpulan saya framing itu tidak dilakukan oleh redaksi, artinya pihak yang di atas redaksi. 

Setelah istirahat makan siang dan solat acara dilanjutkan lagi. Dalam suasana serius tapi santai setelah paparan dan tanya jawab selesai lantas dilanjutkan dengan praktek menulis.  Satu hal yang jadi catatan saya di sini Budi sebaiknya melakukan summing up alias menyampaikan lagi ringkasan paparannya.  Cukup beberapa menit saja uraikan dengan singkat pokok pokok paparannya baru masuk ke tugas menulis.

Salah satu peserta terlucu kemarin bernama Muha, seorang alumni fakultas Kehutanan.  Beberapa celetukannya mengundang tawa kami dan menyegarkan suasana.  Ternyata dalam tugas menulis dia juga bisa melucu.  Secara singkat dia menulis pengalamannya sebagai pemijat. Dia berprofesi sebagai pemijat tapi bukan sembarang pemijat. Salah satu clientnya adalah mantan presiden Gus Dur.  Dalam tulisannya kemarin dia bercerita tentang seorang kakak kelasnya yang dia sebut bernama si Kumbang.  Kakak kelasnya tersebut sangat arogan akibatnya mereka tidak memiliki hubungan yang dekat.  Delapan tahun setelah lulus tiba tiba si Kumbang menelepon dengan sangat ramah.  Dia minta ikut Muha ketika memijat Gus Dur.  Karena Muha baik hati keinginan itu dikabulkannya. Maka suatu hari mereka berdua datang ke rumah Gus Dur.  Si Kumbang ikut masuk ke rumah Gus Dur untuk melihat Muha memijat.  Ketika Muha sedang memijat dia sangat terkejut karena si Kumbang mendadak mengenalkan diri kepada Gus Dur sebagai wartawan dan minta wawancara.  Gus Dur menanggapi dengan asal asalan dan bahkan akhirnya tertidur.  Si Kumbang nampak kecewa dan pergi sebelum Muha seleai memijat.  Buat saya cerita Muha ini menarik karena ada kejutannya yaitu ketika temannya ternyata wartawan yang mengakali Muha untuk mendapat kesempatan mewawancarai Gus Dur.  

Sesi terakhir diisi dengan pembahasan tulisan para peserta. Kami diminta membaca tulisan yang baru saja disusun lalu Mas Budi membahasnya.  Ada beberapa saran yang dia sampaikan seperti masalah diksi, alinea, organisasi dsb.

Memang benar kata Budi Setyarso bahwa teknik story telling untuk non fiksi ini bisa diterapkan untuk berbagai bidang.  Untuk iklan misalnya teknik ini bisa diterapkan. Hasilnya iklan akan terasa sebagai sebuah cerita, bukan sebagai iklan.  Sudah hilang rasa iklannya tapi pesannya sampai. Iklan pariwisata juga bisa memakai teknik ini dengan cerita tentang pengalaman melancong, tentang sebuah destinasi wisata dsb.

Teknik ini bisa diterapkan juga di profesi saya sebagai tourist guide dan tour leader dan memang sudah saya praktekkan.  Hasilnya tidak jelek. Bayangkan betapa bosannya para wisatawan jika omongan tour guide dan tour leadernya tidak ada bedanya dengan apa yang mereka baca di internet.  Perbedaan yang mereka cari, perpektif baru yang mereka harapkan datangnya dari cerita tour guide dan tour leader dari perspektif personal kita. Jadi potret  kenyataan dari sudut pandang kita.  Saya punya banyak contoh, beberapa di antaranya berikut ini.

Dalam perjalanan wisata Java-Bali overland kadang kita harus bercerita sejarah perang dunia kedua.  Saya sering bercerita bahwa dulu di jaman kolonial di kota Magelang ada seorang Jepang yang membuka toko di Pecinan bernama toko Matahari. Dia menjual alat fotografi sekaligus melayani jasa pemotretan. Dia mampu berbahasa Melayu dengan baik.  Dan dia sering melayani pemotretan ke banyak tempat di Magelang dan sekitarnya.  Hubungannya dengan warga Magekang sangat baik.  Ketika tentara Jepang datang warga Megalng terkenjut karena ternyata dia adalah seorang perwira intelejen Jepang.  Ketika Jepang kalah dia ikut menghilang dari kota Magelang.  Inilah cerita dari bapak saya yang tidak bakal ditemui di internet.    

Ketika memandu ke Vietnam saya ceritakan bahwa kakak saya seorang perwira AL yang pernah punya pengalaman di Vietnam.  Saat itu di tahun 1973 ketika perang Vietnam sedang mencapai puncaknya. Pasukan Vietnam Utara sudah mendesak pasukan Vetnam selatan yang dibantu Amerika Serikat. Posisi pasukan selatan makin memburuk.  Kemudian pemrintah Amerika meminta bantuan militer Indonesia untuk mengkaji situasi di sana.  Kakak saya yang saat itu menjadi pamen ikut ditugaskan kesana, mungkin karena dia pernah mendapat pendidikan di Fort Benning, Amerika Serikat.   Di bawah pimpinan seorang pati mereka menilai situasi di selatan da akhirnya berkesimpulan bahwa perang itu akan dimenangkan oleh Vietnam utara karena mayoritas rakyat di selatan sudah mendukung Vietnam Utara dan kontra kepada pemerintah Vietnam selatan yang didukung Amerika.  Kata kakak saya kesimpulan itu dilaporkan ke mabes TNI dan akhirnya disampaikan ke pihak Amerika.  Dua tahun kemudian, di tahun 1975 ibukota Vietnam selatan yang saat itu dinamai Saigon jatuh ke pasukan utara.  Sejak itu tamatlah pemerintah Vietnam selatan.  Sekarang kota itu dinamai Ho Chi Minh city , memakai nama tokoh pendiri Vietnam.

Selain itu masih ada cerita cerita lain yang khas saya yang ada kaitannya antara Indonesia dengan Vietnam.  Kisah kisah khas seperti itulah yang menjadi bumbu perjalanan wisata agar menjadi lebih sedap daripada hanya sekear cerita yang dengan mudah bisa didapat dari internet eperti fakta sosial politik budaya dsb.

Ketika membawa rombongan  ke Thailand ada cerita tentang Winai Dahlan yang tidak kalah menarik.  Kalau ke Cina ada cerita tentang Lau jeng Tie. Demikian juga ke Jepang dll ada banyak cerita dari sudut pandang personal seperti itu. 

Jadi memang cerita tentang realitas non fiksi bisa jadi cerita menarik dan bisa diterapkan di banyak bidang.  Bisa untuk sekedar ngobrol dan bisa juga untuk iklan, untuk presentasi bisnis dsb.  
       







Wednesday, January 2, 2019

Indonesia's tourism in global perspective and what should we do about it.


Indonesia’s tourism in global perspective and what should we do about it

Bambang Udoyono

There is no doubt that tourism is getting more and more important in global economy. That explains why Indonesia does not want to miss the tremendous opportunity. Despite the fact that Indonesia has natural beauty and various cultural heritage throughout the country, the number of arrival and earning is still relatively low compared to neighboring countries in Southeast Asia.  The question is what are the factors behind these low numbers?  Then I search for information and try to find answer to my questions.  Now let’s pay attention to the following facts.
Data provided by World Economic Forum who published Travel and Tourism Competitiveness Index reveals some interesting facts on Indonesia’s tourism.  Here is my note about the data.
Travel and Tourism Competitiveness Index is a biannual report published by World Economic Forum starting in 2007.  In their own words it “measures the set of factors and policies that enable the sustainable development of the Travel & Tourism sector, which in turn, contributes to the development and competitiveness of a country”.
The TTCI consist of fourteen pillars organized into four sub indexes. Here are the four sub indexes and the pillars:
The Enabling Environment that consist of:
1. Business Environment  
2. Safety and Security  
3. Health and Hygiene  
4. Human Resources and Labour Market  
5. ICT Readiness.
The Travel and Tourism Policy and Enabling Conditions:
6. Prioritization of Travel and Tourism  
7. International Openness  
8. Price Competitiveness
9. Environmental Sustainability.
Infrastructure sub index consists of:
10. Air Transport Infrastructure   
11. Ground and Port Infrastructure   
12. Tourist Service Infrastructure.
Natural and Cultural Resources Index consists of:
13. Natural Resources   
14. Cultural Resources and Business Travel.
Those pillars consist of many detailed indicators.  Each pillars and sub indexes will be valued from 1 to 7.  They conduct survey in 141 economies and then made a rank of them. There are two ranks – global rank and regional rank. Here is the top ten in global rank.
Rank Country/Economy                                 Value
1 Spain                                                            5.31
2 France                                                          5.24
3 Germany                                                      5.22
4 United States                                               5.12
5 United Kingdom                                          5.12
6 Switzerland                                                  4.99
7 Australia                                                       4.98
8 Italy                                                              4.98
9 Japan                                                            4.94
10 Canada                                                       4.92

50 Indonesia                                                   4.04
Indonesia ranks no 50 out of 141 countries while in Asia Pacific region Indonesia ranks 11.
This is regional rank.
1.      Australia.
2.      Japan.
3.      Singapore.
4.      Hong Kong SAR.
5.      New Zealand.
6.      China.
7.      Malaysia.
8.      Republic of Korea.
9.      Taiwan.
10.  Thailand
11.  Indonesia.
Here are the detailed values of Indonesia in the above- mentioned pillars.
The Travel & Tourism Competitiveness Index
Rank (out of 141)                   Score (1–7)
50                                                        4.04
Enabling Environment            .......................80                                             ...........4.46
Business Environment.......................             63                                            ...........4.48
Safety and Security.............................           83                                            ...........5.16
Health and Hygiene ............................           109                                          ...........4.24
Human Resources and Labour Market       53                                            ............4.70
ICT Readiness........................................        85                                           ............3.73
T&T Policy and Enabling Conditions........        9                                           ............4.59
Prioritization of Travel & Tourism      ..........  15                                            ............5.61
International Openness           ........................55                                            ............3.55
Price Competitiveness                        ............. 3                                             ............6.11
Environmental Sustainability              ......... 134                                            ...........3.11
Infrastructure              ................................... 75                                            ...........3.38
Air Transport Infrastructure                ............ 39                                           ...........3.81
Ground and Port Infrastructure..................... 77                                            ...........3.27
Tourist Service Infrastructure....................... 101                                           ..........3.07
Natural and Cultural Resources.         ............ 17                                           ..........3.74
Natural Resources.......................................... 19                                            ..........4.36
Cultural Resources and Business Travel......... 25                                           ..........3.12

From the above data it is clear that Indonesia’s strength is price competitiveness.  It ranks 3 out of 141 countries.  Its value is 6.11.  The indicators for this factor are:
                                                                                    Value               rank
8.01 Ticket taxes, airport charges (0–100 best)*......... 92.7               .............11
8.02 Hotel price index (US$)*...................................... 93.9              .............17
8.03 Purchasing power parity*...................................... 0.4               .............17
8.04 Fuel price levels (US$ cents/litre)*....................... 47.0              .............11
Therefore the Indonesian government should try its best to keep the fuel price at the current level. It is advisable that the business community maintain hotel price at this level.
Indonesia’s weakness is environmental sustainability which ranks 134 or ranks 8 from below.  The indicators are:
                                                                                    Value                           rank
9.01 Stringency of environmental regulations†..............  4.0             .............73
9.02 Enforcement of environmental regulations†........... 3.9              .............64
9.03 Sustainability of T&T development†......................  4.6             .............57
9.04 Particulate matter (2.5) concentration (μg/m3)*.....9.2               .............80
9.05 No. of envtl. treaty ratifications (0–27 best)*.......... 20             .............63
9.06 Baseline water stress (0–5 worst)*  ........................ 3.3             .............99
9.07 Threatened species (% total species)*    ................ 13.1 ...........129
9.08 Forest cover change (% average per year)   *........ –5.5             .............97
9.09 Wastewater treatment (%)  *.................................. 0.0              ...........117
9.10 Coastal shelf fishing pressure (tonnes per km2)*..... 0.2            .............73
Besides that tourist service infrastructure ranks 101.   The indicators are:
                                                                                    Value                           rank
12.01 Hotel rooms per 100 pop.*................................... 0.2                          ...........100
12.02 Extension of business trips recommended†.......... 5.3                          .............67
12.03 Presence of major car rental companies†................ 2                           ...........105
12.04 ATMs accepting Visa cards per million pop.*.... 301.0                        .............86
Health and hygiene ranks no 109. This is another important factor that cannot be ignored. The indicators are:
                                                                                    Value                           rank
 3.01 Physician density per 1,000 pop.*........................ 0.2                           ...........113
3.02 Access to improved sanitation (% pop.)*............ 59.0                           ...........105
3.03 Access to improved drinking water (% pop.)*..... 85.0                          ...........105
3.04 Hospital beds per 10,000 pop.............................. 9.0                             ...........113
3.05 HIV prevalence (% pop.)*...................................... 0.4                          .............74
3.06 Malaria incidence per 100,000 pop.*............. 2,268.5                            .............48
I believe that the most important of all is human capital or in WEF term it is called human resources and labor market. It ranks 53. Here are the indicators:
                                                                                    Value                           rank
Qualification of the labour force         ............................ 5.4                          .............57
4.01 Primary education enrolment rate (%)*................ 92.2                          .............85
4.02 Secondary education enrolment rate (%)*........... 82.5                           .............90
4.03 Extent of staff training†.......................................... 4.7                         .............24
4.04 Treatment of customers†...................................... 5.0                            .............39
Labour market                        ................................................... 4.0                           .............72
4.05 Hiring and firing practices†.................................... 4.3                          .............32
4.06 Ease of finding skilled employees†........................ 4.3                          .............42
4.07 Ease of hiring foreign labour†................................ 4.4                          .............36
4.08 Pay and productivity†............................................ 4.5                          .............30
4.09 Female labour force participation (% to men)*....... 0.6                           ...........111
Those factors must be fixed immediately if Indonesia wants to improve its competitiveness to make ends meet.  That’s the picture of Indonesia’s present condition. Now let’s take a look at the opportunity of tourism market in the future.
Meryl Lynch prediction.
Meryl Lynch predicted that there will be 174 million Chinese tourists who go abroad and estimated to spend US $ 264 billion. As for age composition, 35% of them are between the ages of 25-34 years old. After that 27% of them are between 15-24.  They are the world’s biggest consumer of luxury goods.
The world’s biggest spender according to World Tourism Organization.
World's Top Tourism Spenders
1 China  
2 Germany 
3 United States 
4 United Kingdom 
5 Russian Federation 
6 France 
7 Canada 
8 Japan 
9 Australia 
10 Italy
11 Singapore
12 Brazil
13 Belgium 
14 Hong Kong (China)
15 Netherlands
Source: World Tourism Organization (UNWTO) © (Data as collected by UNWTO April 2013).

Those facts make it clear that there will be great opportunity in global tourism market by 2019.  In brief the biggest market will be Asian countries like China, Japan and Singapore. Next biggest will be European market and last is American market.  Unfortunately Indonesia is not an attractive destination for them since Indonesia is only ranks 50 from 141 countries.  Whether Indonesia can achieve its target of foreign tourist arrivals of twenty million people is still a big question mark.  Failure to achieve the target will bear serious consequences both for government and for business community.
            To be able to achieve the target the Indonesian government must make extra effort to fix weaknesses especially in health and hygiene, tourism service infra structure, environmental sustainability, and human resources.  If those weaknesses still prevail in 2019 and the target is met then there will be catastrophic consequences. How can they provide good service to millions of people who visit Indonesia with mediocre infra structure? If the human resources are not ready then the situation will get worse.  The service will be below standard. Tourist will complain and the following year foreign tour operators will be reluctant to promote Indonesia to their markets.
Fixing the weaknesses is far from easy because it needs inter departmental coordination. Everybody knows that coordination among many government agencies is one of the worst weaknesses in Indonesia. Take infrastructure development for example. It will need coordination with local government and ministry of public works, not to mention development of other supporting factors written above.  How can we do that in just four years from now?  It is hard to imagine.
Bearing in mind that there will be many obstacles I come to a conclusion that it will be better to change the target.  The ideal target is not about numbers of arrival but amount of money. Instead of targeting twenty million tourist who will spend approximately 17 billion US$ it is better to target about fifteen million tourist who will spend more than 17 billion US $, let’s say 20 billion US $.
Besides extra effort to fix those weaknesses to improve Indonesian competitiveness index and to promote Indonesia in global tourism market, it is advisable to focus on the biggest spender in tourism market and also on the fastest growing market.  The fastest one is Asia Oceania market which grew 16, 40% from 2013 to 2014, followed by Middle East market which grew 15, 40% for the same period. (Sources : Biro Pusat Statistik / Central Bureau of Statistic)
Therefore I come to a conclusion that the target of achieving twenty million arrivals in 2019 is almost impossible if our rank in TTCI is not in the top ten.  Even if the target is met but our rank is below top ten then it will bring boomerang to Indonesian tourism industry. So it is better to revise the target. It is better to focus on high end, more profitable market and the fastest emerging market. 

Sources
Biro Pusat Statistik (Central Bureau of Statistic), Statistik Kunjungan Wisatawan 2014.
World Economic Forum, The Travel & Tourism Competitiveness Report 2015: T&T as a Resilient Contribution to National Development.
UNWTO, World Tourism Organization, Annual Report 2014.