Seperti lazimnya anak laki laki saya sejak kecil sudah
terpikat dengan cerita cerita heroik dari banyak sumber. Ada sumber dari keluarga, tetangga, teman dan
dari bacaan. Semua itu cukup berkesan
tapi yang paling berkesan adalah yang dialami atau dilihat sendiri. Ketika kelas enam sd saya bersama teman
sedang jalan di kawasan Ngentak yang tidak jauh dari rumah saya di
Sanggrahan. Saat itu selepas Isya saya
bersama beberapa teman mengantar teman yang mau kulakan untuk warung
ibunya. Saat kami asik ngobrol terlihat
segerombolan pemuda datang dari arah lapangan RIN. Tidak lama kemudian datang seorang yang
agaknya tentara tapi tidak berseragam.
Sendirian dia membawa sebuah tongkat panjang (toya). Dia berjalan langsung ke arah gerombolan
itu. Saya tidak mendengar apa omongan
mereka tapi saya cuma mendengar bentakan.
Setelah itu si tentara mengayunkan toyanya dan seketika anggota gerombolan
itu pada jatuh KO. Beberapa orang
mencoba melawan tapi dengan cepat mereka jatuh KO juga. Semua anggota gerombolan itu lalu lari dan
dikejar oleh si tentara. Tidak sedikit
yang dijatuhkan dengan pukulan toyanya. Tapi
ada juga yang berhasil lolos. Adegan
pertarungan itu mirip sekali dengan film silat. Gerakan dia sangat cepat, kuat
dan akurat. Dalam waktu singkat saja
belasan orang dilumpuhkan. Saya dan
teman teman sampai ndomblong melihatnya.
Itulah pertama kali saya melihat kelihaian orang dalam
beladiri. Kesan itu menimbulkan minat
untuk berlatih silat. Ketika saya matur
ke almarhum bapak untuk latihan silat beliau agak kurang setuju. Saya malah dinasehati untuk rajin belajar dan
jangan suka berkelahi. Meskipun demikian minat pada beladiri masih ada. Barulah ketika kelas dua smp bapak
mengijinkan saya ikut latihan beladiri. Pilihan jatuh ke Inkai di SPG (Sekarang
SMAN 3) di Nanggulan. Seminggu dua kali
saya latihan di sana. Kebetulan ada
tetangga bernama Junaidi yang juga peminat beladiri. Dia mengajak saya latihan kungfu. Kami lalu ikut latihan Kung Fu dengan suhu
Tan Keng Tin di Njuritan.
Saya merasa lebih cocok dengan gerakan Kung Fu maka
saya lalu memutuskan untuk murtad dari Karate. Di Kung Fu ini andalannya adalah
teknik perkelahian jarak pendek dengan pukulan dan hanya sedikit sekali
tendangan. Hanya ada tendangan jarak
pendek lurus ke depan ke arah perut (disebut Mae Geri dalam Karate) dan sapuan
kaki (Ashi barai). Gerakan dasarnya mirip dengan Karate. Tapi rangkaian gerak dasar (Kata dalam
Karate) dan style nya berbeda agak jauh.
Rangkaian ini pertama namanya Pukulan empat pintu, yang merangkai
pukulan dasar ke empat penjuru angin untuk melatih koordinasi pukulan dan
langkah kaki. Kemudian Sam Cia, Tak Cun,
Thai Chow, Ing Jun, Pek Ho (Bangau Putih) Tasyik, Pak Ho Jiu Tong, Cepek
Lakpek. Itu yang tangan kosong. Permainan senjata ada toya dan golok Kwang
Tung (Guang Dong) dan ekor ikan pari yang mirip seperti rantai.
Selain latihan gerak dasar dan rangkaiannya ada juga
latihan bertarung (Kumite). Lalu ada
lagi latihan syukong. Ini adalah latihan
mengeraskan otot dan tulang. Caranya berdir
berhadapan lalu kedua tangan diadu dalam gerakan tertentu. Pertama kali tentu saja babak belur sampai
merah biru kedua tangan. Tan Keng Tin
lalu mengolesi dengan minyak gosok. Sayangnya saya lupa mereknya. Katanya minyak ini bisa mengeraskan tulang
dan otot. Tapi ketika sampi di rumah
saya ceritakan kepada kakak saya dia malah ketawa ngakak. Dia memang apoteker jadi menurut dia itu cuma
hoax. Bagaimaa mungkin minyak gosok sampai ke tulang, katanya. Benar juga.
Minyak itu paling jauh Cuma masuk ke pori, dan tidak akan sampai ke
tulang.
Selain berlatih tentu saja ada acara bertanding. Nah Tan Keng Tin punya murid di kota lain –
Temanggung, Parakan, Muntilan dan Yogya.
Kami secara berkala bertemu untuk bertanding dengan mereka. Kadang juga dengan perguruan lain. Pernah suatu saat saya bertanding dengan Kung
Fu aliran utara yang andalkan tendangan.
Di kelas tiga sma saya kehilangan sebuah gigi dalam sebuah
pertarungan. Selama tiga bulan gigi
depan saya harus dikasih kawat untuk memperkuat dua gigi yang goyah. Tidak sedikit murid Tan Keng Tin ini
merangkap latihan di perguruan lain. Ada
anak Karate, Kempo, dan Kembang Setaman.
Ada teman yang bernama Joko yang belakangan jadi pelatih Tae Kwon Do di
Magelang.
Tan Keng Tin ini orangnya doyan ngobrol. Ketika habis latihan kami lalu ngobrol ngalor
ngidul tentang dunia persilatan. Salah
satu yang masih saya ingat adalah cerita tentang gurunya atau kakek gurunya
yang bernama Lau Jeng Tie. Dialah yang
membawa Kung Fu ini ke Parakan.
Ceritanya lumayan seru. Tapi
sebaiknya buat lain kali saja biat tidak terlalu panjang. Silahkan teman teman bercerita tentang
pengalamannya di dunia persilatan Magelang.
(Lanjutannya cerita pendekar Lau Jeng Tie)