Mari kita lanjutkan wacana kemaren tentang dunia
persilatan di Magelang dan sekitarnya. Sudah
saya singgung kemarin kegiatan saya berlatih Kung Fu di Njuritan. Selepas latihan kami ngobrol ngalor ngidul. Oom Tin, demikian kami menyebut suhu, sangat
doyan ngobrol. Topiknya tiada lain
seputar dunia persilatan. Nah salah satu
topik paling menarik adalah tentang seorang pendekar yang membawa ilmu Kung Fu
ini dari Tiongkok ke tanah Jawi. Cerita ini
berdasar ingatan saya saja, jadi mungkin ada yang terlewatkan. Bagaimana kisah sang pendekar itu ? Sila simak terus.
Lauw Jeng Tie lahir di sebuah kota kecil di propinsi
Hokkian (Fujian), di Tiongkok selatan. Tapi
sayang sekali saya lupa nama kotanya.
Jeng Tie tumbuh sebagai anak laki laki yang normal saja tapi sudah
kelihatan agak nakal karena dia suka berkelahi.
Di masa kecilnya ada sebuah kejadian yang akan mendorongnya menjadi
seorang pendekar di kemudian hari. Suatu
hari dia melihat seorang Hwesio (Biku) sedang berjalan di kotanya. Jeng Tie
yang mendapat provokasi dari temannya lalu timbul sifat usilnya. Dia melempar
batu kepada si Hwesio itu. Awalnya si
hwesio masih sabar tapi Jeng Tie mengulangi lagi perbuatannya. Maka si Hwesio
lantas marah dan mengejar Jeng Tie kecil yang segera lari. Akhirnya Jeng Tie kecil tersusul. Tapi si Hwesio terkena batunya. Ada seseorang yang membela dan melindungi
Jeng Tie. Mereka bertengkar dan akhirnya
bertarung mengadu ilmu Kung Fu. Pertarungan
berakhir seri. Si Hwesio tidak jadi
menganiaya Jeng Tie. Si pembela mewanti
wanti Jeng Tie agar jangan usil lagi. Jeng
Tie sangat terkesan dengan keliahaian Kung Fu mereka dan termotivasi untuk
berlatih. Dia lalu berguru di
kotanya. Beberapa tahun kemudian dia
lantas perg berguru ke biara Siauw Lim Sie (Shaolin). Kalau tidak salah Tan
Keng Tin dulu mengatakan dia berguru di biara Siauw Lim selama lima tahun. Setelah itu dia kembali ke kampungnya.
Ada sebuah kejadian yang akan merubah
kehidupannya. Suatu hari ada seleksi
untuk menjadi tentara atau pelatih Kung Fu tentara. Saya juga sudah agak lupa apakah di Hokkian
atau di Beijing. Tapi saya lebih yakin
kalau seleksi itu di Beijing. Saya masih
ingat dia pergi dengan adiknya atau adik seperguruannya. Dalam proses
seleksi itu mereka harus bertanding di Lui Tai (ring). Jeng Tie berhasil memenangi pertarungan
sampai hampir final. Masalah timbul
ketika adik seperguruannya naik ring. Awalnya
adiknya hampir menang tapi kemudian dicurangi.
Jeng Tie marah lalu ikut naik ring dan menyerang lawan adiknya yang
kemudian mati menurut Tan Keng Tin. Terjadilah
keributan dan mereka lari dari arena.
Pemerintah memburu mereka berdua maka mereka lantas
lari ke selatan. Jeng Tie lari sampai ke Malaysia. Di sana dia tinggal beberapa waktu api
kemudian merasa tidak aman. Dia merasa
masih dalam jangkauan pemburunya. Maka dia
putuskan lari lebih jauh lagi. Dia pindah
ke Batavia, lalu Semarang dan akhirnya ke Ambarawa. Terakhir dia menetap di Parakan.
Di Jawa Tengah dia melatih Kung Fu dan membuka praktek
pengobatan tradisional Tionghoa. Karena itu
di kalangan masyarakat Tionghoa dia disebut juga sinshe Jeng Tie. Menurut suhu Tan Keng Tin dia pernah
mengalami beberapa pertarungan menarik di Jawa Tengah. Ujian pertama datang dari seorang pelatih
Kung Fu. Dia berhasil mengatasi ujian
tersebut tanpa menimbulkan permusuhan. Konon
suatu hari dia melakukan perjalanan ke Yogyakarta. Saat itu transportasi masih jarang jadi dia
jalan kaki. Sampai di daerah Blabak dia
dicegat oleh beberapa orang yang akan merampoknya. Jeng Tie mengatakan dia tidak rela melihat
hartanya diambil jadi dia minta dibunuh dulu.
Dia lalu melingkari lehernya dengan tali dan meminta mereka menariknya
dari dua arah. Seketika gerombolan itu
menarik tali tersebut dengan bersemangat.
Namun ternyata Jeng Tie sama sekali tidak cedera. Dia memeinta mereka menarik lebih kuat
lagi. Akhirnya mereka kehabisan tenaga
dan Jeng Tie tidak cedera sedikitpun. Gerombolan
itu menyadari terbentur orang berilmu tinggi.
Mereka lantas lari ketakutan.
Di lain hari Jeng Tie mendapat tantangan dari seorang
kaya untuk bertarung dengan anjing besar dan galak. Jeng Tie menyanggupi tantangan itu. Dia lalu membawa payung sebagai senjatanya. Pertarungan dilakukan di rumah si juragan
kaya itu disaksikan sedikit orang saja di halaman belakang. Dengan tenang tapi penuh kepercayan diri Jeng
Tie melangkah sambil membawa payung di tangan kanan dan sebuah nanas di tangan
kiri. Kemudian anjing galak
dilepaskan. Seketika dia melompat
menyerang Jeng Tie. Ketika sudah dekat Jeng
Tie melempar nanasnya ke atas. Semua orang
menoleh ke atas mengikuti arah nanas. Dan
ketika tatapan mereka turun mengikuti nanas itu mereka lihat anjing galak si
taipan kaya sudah mati. Agaknya gagang
payungnya menyimpan pedang kecil yang sangat tajam. Hanya dengan satu tebasan saja anjing galak
keok.
Masih menurut Tan Keng Tin sinshe Jeng Tie memiliki
ilmu meringankan tubuh (gin kang) yang sudah sangat tinggi. Katanya dia pernah menyeberangi sungai
Bengawan Solo dengan cara yang luar biasa.
Saat itu sungai Bengawan Solo masih dalam airnya dan masih lebar
sungainya. Untuk menyeberanginya orang harus naik perahu dan membayar
mahal. Jeng Tie yang bukan orang kaya
tidak punya cukup uang untuk membayarnya.
Dia lalu mengambil sebutir kereweng (pecahan batu / genting gepeng). Batu itu lantas dilemparnya ke arah permukaan
air. Alih alih tenggelam batu itu ketika
membentur pemukaan air memantul berkali kali sampai ke seberang sungai. Nah ketika batu itu memantul Jeng Tie segera
melompat dan menapakkan kakinya ke batu itu.
Dia mengikuti lompatan batu itu sampai ke seberang dengan selamat. Seketika orang yang melihat bertepuk tangan
meriah saking kagumnya.
Tindakan itu dilihat oleh seorang warok dari
Ponorogo. Dia menjadi panas hati melihat
orang pamer kelihaian di depan matanya. Si
warok lantas menantangnya mengadu ilmu. Jeng
tie terpaksa meladeni. Awalnya hanya
ringan saja tapi lama lama mereka benar benar mengerahkan segenap
kemampuannya. Kata suhu ilmu mereka
berimbang. Jeng Tie beberapa kali
berhasil memukul si warok dengan tenaga dalam (chi) andalannya tapi si warok
kebal. Pukulan dengan dilambari tenaga
dalam ini mampu memecah batu dan bahkan besi tapi buat si warok tidak ada artinya. Dia bahkan mempersilahkan Jeng Tie memilih
bagian tubuhnya yang paling empuk. Ketika
dipukul ternyata si warok hanya tersenyum seolah tidak merasakan apapun. Konon mereka bertarung sampai berhari hari
tanpa ada pemenang. Warok itu juga tidak berhasil melukai apalagi melumpuhkan
Jeng Tie. Semua serangannya berhasil diatasi Jeng Tie. Akhirnya mereka sepakat
mengakhiri pertarungan dan sama sama menghormati ilmu masing masing. Sayang sekali saya lupa nama warok tersebut.
Pertarungan lain yang masih saya ingat dari cerita Tan
Keng Tin tidak kalah seru. Agaknya Jeng
Tie masih terus diburu oleh pemerintah Tiongkok jaman itu. Mereka menyebar mata mata ke mana mana untk
mencarinya. Salah satunya ditempatkan di
Semarang. Dia tahu betul kalau
masyarakat Tionghoa di setiap tahun pasti akan datang ke kelenteng terbesar di
Jawa Tengah yaitu kelenteng Gedung Batu lias kelenteng Sam Po Kong untuk
merayakan Imlek. Maka si mata mata ini
tinggal di Semarang untuk beberapa waktu.
Dia mengawasi setiap pengunjung dengan cermat. Tepat sekali erkiraan si mata mata . Akhirnya
suatu hari Jeng Tie datang ke sana untuk sembahyangan. Saat itulah dia mendekati Jeng Tie dan
mengatakan bahwa dia bertugas menangkapnya untuk dihukum di Tiongkok. Jeng Tie menolak dengan tegas maka terjadilah
pertengkaran yang disusul dengan perkelahian. Si utusan itu ternyata juga seorang pendekar
yang lihai. Dia dari aliran lain tapi
mampu menandingi kelihaian Jeng Tie. Berbagai
jurus mereka kerahkan. Tenaga dalam juga
dikerahkan. Tapi tidak seorangpun mampu
keluar sebagai pemenang. Konon mereka bertarung sampai tiga hari dengan hasil
seri. Setelah kebahisa tenaga terpaksa
si utusan pulang ke Tiongkok dengan tangan hampa.
Sejak itu Lau Jeng Tie hidup tenang di kota kecil
Parakan. Dia mejalani kehidupan sebagai
pelatih Kung Fu dan tabir sinshe. Dia meninggal
dan dimakamkan di Parakan tanpa memiliki keturunan. Mestinya anak muridnya sudah berkembang
sampai ribua sekarang ini. Konon di Semarang ada perguruan yang meneruskan
ajaran Lauw Jeng Tie tapi saya masih belum pernah kontak mereka.
Demikian sepintas cerita petualangan Lau Jeng Tie yang
masih saya ingat berdasar cerita suhu Tan Keng Tin. Oh ya,
satu poin lagi. Tadi pagi say menemukan
artikel tentang dia di Wikipedia. Inilah lik nya. : https://id.wikipedia.org/wiki/Louw_Djing_Tie
No comments:
Post a Comment