Thursday, February 7, 2019

Banjaran Durno





Tidak diragukan lagi bahwa Durna adalah salah satu nama wayang yang paling kondang.  Dia dikenal sebagai seorang pendeta yang berilmu tinggi tapi licik dan menghalalkan segala cara untuk menggapai tujuannya.  Bagaimana kisahnya sejak muda sampai meninggal?  Sila simak terus lakon banjaran (biografi) Durna berikut ini. 

Masa muda


Durna adalah anak Resi Baratmadya, seorang pendeta berilmu tinggi dari Argo Jembangan.  Ibunya adalah seorang bidadari yang cantik jelita bernama Dewi Kumbini.  Maka dia diberi nama Kumboyono.  Di masa mudanya Kumboyono ini adalah seorang pemuda yang cerdas dan ganteng.  Gurunya adalah ayahnya sendiri Resi Baratmadya.  Saking terkenalnya sang resi memiliki banyak sekali murid dari berbagai negara. Salah satunya adalah Sucitro, anak raja Poncolo.
Kumboyono dan Sucitro merasa saling cocok sehingga mereka menjadi sahabat dekat.  Saking dekatnya hubungan mereka Sucitro an Kumboyono pernah berjanji akan saling menolong selamanya. Bahkan Sucitro pernah berjanji kalau dia jadi raja kelak maka Kumboyono akan diberi sebagian wilayahnya.  Sucitro ini juga seorang pemuda yang ganteng dan cerdas.  Maka dia mampu menguasai dengan baik semua ilmu yang diajarkan oleh gurunya dan dia mampu lulus dengan baik dan tepat waktu.  Setelah lulus Sucitro pulang ke Poncolo untuk mengamalkan ilmunya di sana.

Sahabat Sucitro musuh Drupodo


Sekian tahun telah berlalu.  Kumboyono sudah ditinggal mati ayahnya. Perguruan bapaknya sudah sepi ditinggalkan murid muridnya karena Kumboyono belum memiliki nama besar.  Akhirnya Kumboyono menganggur.  Suatu saat dia mendengar kabar bahwa Sucitro sudah diangkat menjadi raja  di Poncolo dengan sebutan Prabu Drupodo.  Harapan Kumboyono membesar lagi karena dia ingat dulu mereka pernah berjanji akan saling tolong menolong dalam keadaan susah maupun senang. 
Dengan semangat tinggi Kumboyono berjalan kaki menuju ke Poncolo. Berhari hari kemudian dia tiba di tepi sungai besar.  Kumboyono bingung karena dia tidak bisa berenang dan di sana tidak ada perahu. Dia lantas berucap barang siapa bisa membantunya menyeberang sungai besar itu kalau laki laki aka dijadikan saudara kalau perempuan aka dijadikan istri. Mendadak muncullah seekor kuda sembrani, yaitu kuda yang bisa terbang. Kuda itu lalu dia naiki untuk menyeberangi sungai besar tersebut. Ternyata kuda itu betina maka Kumboyono menikahi kuda sembrani.  Si kuda lalu hamil dan melahirkan anak laki laki yang diberi nama Aswotomo.  Tidak lama kemudian ternyata si kuda ini adalah seorang bidadari cantik jelita bernama Dewi Wilutomo.  Dia sedang menjalani hukuman dikutuk dewa menjadi kuda.  Setelah melahirkan habislah masa hukumannya sehingga dia harus kembali ke kahyangan.  Aswotomo lalu diserahkan kepada Kumboyono.
Kumboyono lalu meneruskan langkahnya menuju ke Poncolo.  Sampai di sana Kumboyono meminta ijin dan diterima menghadap raja.  Saking gembiranya bertemu teman lama Kumboyono lupa menerapkan tata krama protokol kerajaan.  Dia tetap memanggil dengan nama kecilnya Sucitro dan menempatkan dirinya sebagai sahabat lama.  Ternyata kedudukan sering membuat orang lupa daratan.  Prabu Drupodo tidak berkenan dengan sikap Kumboyono ini.  Dia merasa sudah tidak sederajat lagi dengan Kumboyono.  Dia jawab bahwa sekarang sudah tidak ada lagi Sucitro.  Sekarang dia adalah Prabu Drupodo.  Keadaan sudah berubah jadi semua orang harus menghormati dia.  Ketika diingatkan oleh Kumboyono bahwa mereka dulu sudah pernah berjanji akan saling menolong dan bahwa dia sedang membutuhkan pertolongan maka Drupodo mengingkarinya.  Drupodo malah mengusir Durno dari istananya.  Durno masih berupaya membujuk dengan tetap menempatkan diri sebagai teman lama. Drupodo kehilangan kesabaran dan emerintahkan anak buahnya memaksa mengusir Kumboyono.  saat itu hadir juga patih Gondomono.  Setelah terusir dari Ngestino dia lalu bekerja di Poncolo.  Gondomono memaksanya keluar.  Mereka bertengkar dan berkembang menjadi perkelahian.  Tapi ilmu Gondomono ternyata masih lebih tinggi.  Kumboyono dihajarm dianiaya sampai cacat.  Kumboyono yang dulu ganteng menjadi tidak ganteng lagi karena cacatnya.  Dalam keadaan luka parah dia dibuang dan ditolong oleh Sengkuni, patih Ngestino.  Dia dibawa ke Ngestino dan dirawat sampai sembuh.  Bahkan setelah mengetahui dia berilmu tinggi Sengkuni menawarinya menjadi guru besar para Kurowo dan Pendowo dengan gelarBegawan Durna.  Itulah sebabnya Durno meras aberhutang budi kepada Sengkuni dan keluarga Kurowo sehingga dia selalu taat kepada mereka.

Menjadi guru besar Ngestino



Begawan Durno mengajar ilmu perang kepada para Kurowo dan Pendowo. Salah satu kelihaiannya adalah ilmu panahan.  Di antara semua muridnya yang terbaik adalah Arjuno, penengah Pendowo limo.  Diajarkannya juga kepada Arjuno ini aji Sirwendo.  Ini adalah cara menyatukan kekuatan lahir batin untuk  membidik sasaran dalam panahan maupun dalam kehidupan. 


Dalam salah satu episode dicertakan sebuah sesi latihan memanah para muridnya.  Satu persatu mereka disuruh memperagakan cara memanah sasaran yang digantung di sebuah pohon, kemudian  sebelum anak panah dilepaskan mereka ditanyai apa yang terlihat dalam pikirannya.  Dursosono menjawab terbayang ayam panggang.  Durno marah dan berkata tidak usah dilepaskan anak panahnya karena percuma saja, tidak akan mengenai sasaran yang digantung dipohon. Kurowo juga salah semua jawabnnya.  Sampailah pada Arjuno.  Dia berkonsentrasi lalu mengangkat busur dan anak panah.  Ketika ditanya apa yang terbayang dia diam saja.  Sampai ketiga kali ditanya barulah dia mendengar lalu menjawab yang ada di pikirannya hanya sasarannya.  Durno menjawab kalau dilepaskan anak panah itu pasti akan mengenai sasaran.  Dia benar dan Arjuno membidik dengan tepat.


Suatu malam ketika mereka akan makan bersama Durno mematikan lampu sabil menyuruh mereka tetap makan.  Dia lantas bertanya apakah ada yang salah memasukkan makanan ke mulutnya. Dijawab tidak ada.  Kata Durno hal itu bisa terjadi karena tindakan itu diulangi setiap hari sehingga menyatu kehendak dengan gerakan raga.  Prinsip itulah yang harus diterapkan dalam latihan ilmu perang.      

        
Suatu hari ada seorang pemuda bernama Ekoloyo datang menghadap Durno.  Dia minta menjadi murid Durno karena dulu ayahnya adalah teman Durno dan Durno pernah berjanji akan menerima anaknya menjadi muridnya.  Durno keberatan karena salah satu syaratnya menjadi gubes di Ngestino adalah tidak boleh meneriam murid lain.  Dia harus mengajar khusus Pendowo dan Kurowo saja.  Tapi karena sudah berjanji maka Durno memberi jalan.  Dia disuruh bekerja sebagai tukang kuda.  Sambil mengurusi kuda dia dibolehkan melihat Durno mengajar.  Ekoloyo sanggup melaksanakan saran Durno.


Kemudian Durno suatu malam mengajak murid muridnya berburu di sebuah hutan di pinggir kota Ngestino.  Ketika mereka berburu mendadak anjing yang dibawa Arjuno mati.  Di badannya ada anak panah.  Arjuno kaget lalu bertanya siapa yang lebih lihai memanah daripada dia karena dia sendiri belum mampu memanah sasaran di dalam gelap.  Durno tahu itu pasti Ekoloyo.  Dia panggil Ekoloyo.  Setelah datang Ekoloyo diminta memberikan jempol kanannya agar tidak bisa memanah lagi.  Sebagai murid yang taat Ekoloyo sanggup tapi dia dendam kepada Durno dan berjanji kelak di dalam perang Baroto yudo akan membunuh Durno. 


Durno sebenarnya sangat sayang kepada Pendowo limo karena mereka adalah muridnya yang terbaik dalam prestasi dan sikapnya.  Dia tahu kalau Kurowo sering berbuat jahat tapi dia tidak berani menentang karena tidak mau kehilangan pekerjaan.  Dia tidak mau lagi menderita seperti saat menganggur.


Setelah Pendowo dan Kurowo menguasai ilmu perang Durno ingat pad adendam lamanya kepada Drupodo dan berniat membalas dendam.  Dia memerintahkan mereka menyerang Poncolo dengan dalih latihan perang.  Tentara Poncolo bukan tandingan tentara Ngestino.  Dalam waktu singkat Poncolo ditaklukkan dan Drupodo ditangkap.  Durno memerintahkan Arjuno membunuhnya tapi Arjuno menolak karena tidak ada alasan yang tepat. Durno mengatakan bahwa Drupodo pernah menyakiti hatinya. Arjuno menjawab sakit hati tidak boleh menjadi alasan membunuh orang. Akhirnya Drupodo selamat dari kematian. Tapi kerajaanya tetap diminta sebagian oleh Durno.  Drupodo menjadi dendam dan berdoa agar anaknya bisa membalaskan dendamnya kelak di perang Baroto yudo.  Belakangan anak laki lakinya Destojumeno lah yang membunuh Durno dalam perang besar itu. Anak perempuannya Drupadi menjadi istri Judistiro (dalam versi India dia istri bersama Pendowo limo, poliandri)

Durno gugur


Pada perang besar Baroto yudo Durno mendapat giliran menjadi panglima pasukan Ngestino pada hari ketigabelas.  Berkat ilmunya yang tinggi dalam ilmu perang tidak susah buat dia menghancurkan pertahanan Pendowo.  Dalam waktu singkat pasukan Pendowo kocar kacir.  Kresno yang jadi jendralnya segera mancari akal. Akhirnya dia mendapat taktik licik juga.  Dia menyuruh Bimo membunuh seekor gajah yang diberi nama Aswotomo lalu semua anggota pasukan meneriakkannya.  Durno kaget dan panik.  Dia lantas bertanya kepada Judistiro kebenarannya.  Judistiro sudah dibertahu oleh Kresno agar berbohong tapi dia tetap tidka mau. Maka komprominya dia hanya membisikkkan saja kata gajah dan mengeraskan kata Aswotomo.  Durno yang mendengar dari mulut Judistiro yang dia percayai karena tidak pernah bohong seketika lemas, panik dan putus asa.  Dalam keadaan demikian ini Destojumeno lalu maju mendekati.  Saat itulah roh Ekoloyo, muridnya yang dizalimi sampai mati masuk ke raga Destojumeno dan membantunya membunuh Durno.

Tamat  

No comments:

Post a Comment