Tidak
diragukan lagi bahwa Durna adalah salah satu nama wayang yang paling kondang. Dia dikenal sebagai seorang pendeta yang
berilmu tinggi tapi licik dan menghalalkan segala cara untuk menggapai
tujuannya. Bagaimana kisahnya sejak muda
sampai meninggal? Sila simak terus lakon
banjaran (biografi) Durna berikut ini.
Masa muda
Durna
adalah anak Resi Baratmadya, seorang pendeta berilmu tinggi dari Argo Jembangan. Ibunya adalah seorang bidadari yang cantik
jelita bernama Dewi Kumbini. Maka dia
diberi nama Kumboyono. Di masa mudanya
Kumboyono ini adalah seorang pemuda yang cerdas dan ganteng. Gurunya adalah ayahnya sendiri Resi
Baratmadya. Saking terkenalnya sang resi
memiliki banyak sekali murid dari berbagai negara. Salah satunya adalah
Sucitro, anak raja Poncolo.
Kumboyono
dan Sucitro merasa saling cocok sehingga mereka menjadi sahabat dekat. Saking dekatnya hubungan mereka Sucitro an
Kumboyono pernah berjanji akan saling menolong selamanya. Bahkan Sucitro pernah
berjanji kalau dia jadi raja kelak maka Kumboyono akan diberi sebagian
wilayahnya. Sucitro ini juga seorang
pemuda yang ganteng dan cerdas. Maka dia
mampu menguasai dengan baik semua ilmu yang diajarkan oleh gurunya dan dia
mampu lulus dengan baik dan tepat waktu.
Setelah lulus Sucitro pulang ke Poncolo untuk mengamalkan ilmunya di
sana.
Sahabat Sucitro musuh Drupodo
Sekian
tahun telah berlalu. Kumboyono sudah
ditinggal mati ayahnya. Perguruan bapaknya sudah sepi ditinggalkan murid
muridnya karena Kumboyono belum memiliki nama besar. Akhirnya Kumboyono menganggur. Suatu saat dia mendengar kabar bahwa Sucitro
sudah diangkat menjadi raja di Poncolo
dengan sebutan Prabu Drupodo. Harapan Kumboyono
membesar lagi karena dia ingat dulu mereka pernah berjanji akan saling tolong
menolong dalam keadaan susah maupun senang.
Dengan
semangat tinggi Kumboyono berjalan kaki menuju ke Poncolo. Berhari hari
kemudian dia tiba di tepi sungai besar. Kumboyono
bingung karena dia tidak bisa berenang dan di sana tidak ada perahu. Dia lantas
berucap barang siapa bisa membantunya menyeberang sungai besar itu kalau laki
laki aka dijadikan saudara kalau perempuan aka dijadikan istri. Mendadak muncullah
seekor kuda sembrani, yaitu kuda yang bisa terbang. Kuda itu lalu dia naiki
untuk menyeberangi sungai besar tersebut. Ternyata kuda itu betina maka
Kumboyono menikahi kuda sembrani. Si kuda
lalu hamil dan melahirkan anak laki laki yang diberi nama Aswotomo. Tidak lama kemudian ternyata si kuda ini
adalah seorang bidadari cantik jelita bernama Dewi Wilutomo. Dia sedang menjalani hukuman dikutuk dewa
menjadi kuda. Setelah melahirkan
habislah masa hukumannya sehingga dia harus kembali ke kahyangan. Aswotomo lalu diserahkan kepada Kumboyono.
Kumboyono
lalu meneruskan langkahnya menuju ke Poncolo.
Sampai di sana Kumboyono meminta ijin dan diterima menghadap raja. Saking gembiranya bertemu teman lama
Kumboyono lupa menerapkan tata krama protokol kerajaan. Dia tetap memanggil dengan nama kecilnya
Sucitro dan menempatkan dirinya sebagai sahabat lama. Ternyata kedudukan sering membuat orang lupa
daratan. Prabu Drupodo tidak berkenan
dengan sikap Kumboyono ini. Dia merasa
sudah tidak sederajat lagi dengan Kumboyono.
Dia jawab bahwa sekarang sudah tidak ada lagi Sucitro. Sekarang dia adalah Prabu Drupodo. Keadaan sudah berubah jadi semua orang harus
menghormati dia. Ketika diingatkan oleh
Kumboyono bahwa mereka dulu sudah pernah berjanji akan saling menolong dan
bahwa dia sedang membutuhkan pertolongan maka Drupodo mengingkarinya. Drupodo malah mengusir Durno dari
istananya. Durno masih berupaya membujuk
dengan tetap menempatkan diri sebagai teman lama. Drupodo kehilangan kesabaran
dan emerintahkan anak buahnya memaksa mengusir Kumboyono. saat itu hadir juga patih Gondomono. Setelah terusir dari Ngestino dia lalu
bekerja di Poncolo. Gondomono memaksanya
keluar. Mereka bertengkar dan berkembang
menjadi perkelahian. Tapi ilmu Gondomono
ternyata masih lebih tinggi. Kumboyono dihajarm
dianiaya sampai cacat. Kumboyono yang
dulu ganteng menjadi tidak ganteng lagi karena cacatnya. Dalam keadaan luka parah dia dibuang dan
ditolong oleh Sengkuni, patih Ngestino. Dia
dibawa ke Ngestino dan dirawat sampai sembuh.
Bahkan setelah mengetahui dia berilmu tinggi Sengkuni menawarinya
menjadi guru besar para Kurowo dan Pendowo dengan gelarBegawan Durna. Itulah sebabnya Durno meras aberhutang budi
kepada Sengkuni dan keluarga Kurowo sehingga dia selalu taat kepada mereka.
Menjadi guru besar Ngestino
Begawan
Durno mengajar ilmu perang kepada para Kurowo dan Pendowo. Salah satu
kelihaiannya adalah ilmu panahan. Di antara
semua muridnya yang terbaik adalah Arjuno, penengah Pendowo limo. Diajarkannya juga kepada Arjuno ini aji
Sirwendo. Ini adalah cara menyatukan
kekuatan lahir batin untuk membidik
sasaran dalam panahan maupun dalam kehidupan.
Dalam
salah satu episode dicertakan sebuah sesi latihan memanah para muridnya. Satu persatu mereka disuruh memperagakan cara
memanah sasaran yang digantung di sebuah pohon, kemudian sebelum anak panah dilepaskan mereka ditanyai
apa yang terlihat dalam pikirannya. Dursosono
menjawab terbayang ayam panggang. Durno marah
dan berkata tidak usah dilepaskan anak panahnya karena percuma saja, tidak akan
mengenai sasaran yang digantung dipohon. Kurowo juga salah semua
jawabnnya. Sampailah pada Arjuno. Dia berkonsentrasi lalu mengangkat busur dan
anak panah. Ketika ditanya apa yang
terbayang dia diam saja. Sampai ketiga
kali ditanya barulah dia mendengar lalu menjawab yang ada di pikirannya hanya
sasarannya. Durno menjawab kalau
dilepaskan anak panah itu pasti akan mengenai sasaran. Dia benar dan Arjuno membidik dengan tepat.
Suatu
malam ketika mereka akan makan bersama Durno mematikan lampu sabil menyuruh
mereka tetap makan. Dia lantas bertanya
apakah ada yang salah memasukkan makanan ke mulutnya. Dijawab tidak ada. Kata Durno hal itu bisa terjadi karena
tindakan itu diulangi setiap hari sehingga menyatu kehendak dengan gerakan
raga. Prinsip itulah yang harus
diterapkan dalam latihan ilmu perang.
Suatu
hari ada seorang pemuda bernama Ekoloyo datang menghadap Durno. Dia minta menjadi murid Durno karena dulu
ayahnya adalah teman Durno dan Durno pernah berjanji akan menerima anaknya
menjadi muridnya. Durno keberatan karena
salah satu syaratnya menjadi gubes di Ngestino adalah tidak boleh meneriam
murid lain. Dia harus mengajar khusus
Pendowo dan Kurowo saja. Tapi karena
sudah berjanji maka Durno memberi jalan.
Dia disuruh bekerja sebagai tukang kuda.
Sambil mengurusi kuda dia dibolehkan melihat Durno mengajar. Ekoloyo sanggup melaksanakan saran Durno.
Kemudian
Durno suatu malam mengajak murid muridnya berburu di sebuah hutan di pinggir
kota Ngestino. Ketika mereka berburu
mendadak anjing yang dibawa Arjuno mati.
Di badannya ada anak panah. Arjuno
kaget lalu bertanya siapa yang lebih lihai memanah daripada dia karena dia
sendiri belum mampu memanah sasaran di dalam gelap. Durno tahu itu pasti Ekoloyo. Dia panggil Ekoloyo. Setelah datang Ekoloyo diminta memberikan
jempol kanannya agar tidak bisa memanah lagi.
Sebagai murid yang taat Ekoloyo sanggup tapi dia dendam kepada Durno dan
berjanji kelak di dalam perang Baroto yudo akan membunuh Durno.
Durno
sebenarnya sangat sayang kepada Pendowo limo karena mereka adalah muridnya yang
terbaik dalam prestasi dan sikapnya. Dia
tahu kalau Kurowo sering berbuat jahat tapi dia tidak berani menentang karena
tidak mau kehilangan pekerjaan. Dia tidak
mau lagi menderita seperti saat menganggur.
Setelah
Pendowo dan Kurowo menguasai ilmu perang Durno ingat pad adendam lamanya kepada
Drupodo dan berniat membalas dendam. Dia
memerintahkan mereka menyerang Poncolo dengan dalih latihan perang. Tentara Poncolo bukan tandingan tentara
Ngestino. Dalam waktu singkat Poncolo
ditaklukkan dan Drupodo ditangkap. Durno
memerintahkan Arjuno membunuhnya tapi Arjuno menolak karena tidak ada alasan
yang tepat. Durno mengatakan bahwa Drupodo pernah menyakiti hatinya. Arjuno menjawab
sakit hati tidak boleh menjadi alasan membunuh orang. Akhirnya Drupodo selamat
dari kematian. Tapi kerajaanya tetap diminta sebagian oleh Durno. Drupodo menjadi dendam dan berdoa agar
anaknya bisa membalaskan dendamnya kelak di perang Baroto yudo. Belakangan anak laki lakinya Destojumeno lah
yang membunuh Durno dalam perang besar itu. Anak perempuannya Drupadi menjadi
istri Judistiro (dalam versi India dia istri bersama Pendowo limo, poliandri)
Durno gugur
Pada
perang besar Baroto yudo Durno mendapat giliran menjadi panglima pasukan Ngestino
pada hari ketigabelas. Berkat ilmunya
yang tinggi dalam ilmu perang tidak susah buat dia menghancurkan pertahanan
Pendowo. Dalam waktu singkat pasukan
Pendowo kocar kacir. Kresno yang jadi
jendralnya segera mancari akal. Akhirnya dia mendapat taktik licik juga. Dia menyuruh Bimo membunuh seekor gajah yang
diberi nama Aswotomo lalu semua anggota pasukan meneriakkannya. Durno kaget dan panik. Dia lantas bertanya kepada Judistiro
kebenarannya. Judistiro sudah dibertahu
oleh Kresno agar berbohong tapi dia tetap tidka mau. Maka komprominya dia hanya
membisikkkan saja kata gajah dan mengeraskan kata Aswotomo. Durno yang mendengar dari mulut Judistiro
yang dia percayai karena tidak pernah bohong seketika lemas, panik dan putus
asa. Dalam keadaan demikian ini
Destojumeno lalu maju mendekati. Saat itulah
roh Ekoloyo, muridnya yang dizalimi sampai mati masuk ke raga Destojumeno dan
membantunya membunuh Durno.
Tamat
No comments:
Post a Comment