Arjuno wiwoho
Kata
wiwoho artinya mulia, dimuliakan. Jadi frasa itu artinya Arjuno yang dimuliakan
atau mendapat kemuliaan. Karena artinya
baik maka ini sering dipakai untuk nama di kalangan orang Jawa. Cerita ini
adalah salah satu karya anak bangsa yaitu Empu Kanwa yang hidup di abad ke 11
di kerajaan Kediri, Jatim. Judul
lengkapnya Kekawin Arjuno wiwoho.
Karakternya memang diambil dari wiracarita Mahabarata tapi plotnya dan
narasinya sepenuhnya karya Empu Kanwa.
Sejak
Pendowo dan Kurowo masih kecil friksi di antara mereka sudah terasa. Di masa awal itu penyebabnya masih sekedar
sifat saja di antara mereka yang kontras.
Pendowo yang rajin, sabar, serius, pekerja keras, jujur berbenturan
dengan sifat Kurowo yang egois, mau menang sendiri, malas, tamak, serakah,
tidak jujur, manja dan pemarah.
Kurowo sering merebut bahkan
mencuri barang barang milik Pendowo. Awalnya Pendowo mengalah tapi kadang emosi
mereka meledak sehingga terjadi pertengkaran dan bahkan perkelahian. Setelah
remaja menjelang dewasa potensi konflik makin berkembang karena mereka sama
sama merasa sebagai pewaris tahta Ngestino (Hastinapura). Pandu Dewonoto ayah dari Pendowo Limo adalah
raja Ngestino maka mereka merasa berhak menjadi pewaris tahta. Raja yang saat itu sedang berkuasa adalah
Destoroto. Dia kakak laki laki dari Pandu. Ketika Pandu masih hidup dia tidak diangkat
menjadi raja karena sejak lahir sudah buta.
Tapi ketika Pandu mati muda maka dialah yang diangkat menjadi raja
dengan mengandalkan adiknya Widuro sebagai penasehat ketika harus mengambil
keputusan pelik. Anaknya adalah Kurowo (artinya keturunan Kuru) yang berjumlah
seratus. Maka Kurowo ini merasa berhak
juga menjadi raja.
Sejak
kecil sampai remaja Pendowo Limo tetap tinggal di istana Ngestino. Raja
Destoroto mengangkat Begawan Durno seorang pendeta yang mumpuni menjadi
mahaguru di istana Ngestino. Tugasnya mengajari Kurowo dan Pendowo dalam ilmu
perang dan kenegaraan. Karena sifat
Pendowo yang positif maka prestasi mereka jauh di atas Kurowo. Di antara semua muridnya Arjunolah yang
paling menonjol. Arjuno menjadi murid kesayangan Begawan Durno. Dia menguasai dengan sangat baik ilmu perang
dan terutama ketrampilan memanah. Suatu
sat pernah diadakan pertandingan perang antara kedua kubu itu dan pemanangnya
adalah Pendowo limo. Kenyataan ini
menambah dendam di hati Kurowo yang memang iri dengki.
Di
tengah ketegangan yang mangkin meningkat itu Pendowo limo semangkin serius
menyiapkan kekuatan untuk mengantisipasi perang yang bakal pecah. Di antara Pendowo limo Arjuno dan Brotoseno
yang paling kuat dalam ilmu perang.
Meskipun demikian mereka masih terus berupaya meningkatkan kekuatan. Maka suatu hari Arjuno bertekad melakukan topo broto (bertapa). Dia lantas mamakai
busana sederhana, bukan busana kasatrian atau kaprajuritan (busana formal dan
tempur) dan berangkat sendirian ke
gunung Indrokilo.
Di
gunung Indrokilo Arjuno tinggal di sebuah gua dan mengganti identitasnya
menjadi Begawan Ciptoning. Di dalam gua
itulah dia bertapa mengurangi makan, minum dan tidur. Setiap hari kegiatannya hanya memuja dan
memuji yang maha kuasa. Saking
intensifnya Arjuno melakukan olah batin maka getarannya dirasakan sampai ke
kahyangan. Para dewa merasakan getaran kuat
orang bertapa. Betoro Guru lalu
memerintahkan Betoro Narodo mencari tahu siapa orang yang sedang bertapa dan
apa permintaannya.
Narodo
lantas turun ke Ngarcopodo (dunia) untuk menemui Arjuno yang sedang bertapa di
lereng gunung Indrokilo. Dia menaanyakan
kepada Arjuno apa sebabnya bertapa dan apa permintaannya kepada para dewa. Arjuno menjawab bahwa dia sedang prihatin
dengan keadaan di Ngestino khususnya keadaan Pendowo limo yang selalu dizalimi
Kurowo. Dia sampaikan permohonan perlindungan kepada dewa. Dia juga memohon diberi kekuatan apabila
suatu hari pecah perang antara Pendowo dengan Kurowo. Narodo lalu kembali ke kahyangan untuk
menyampaikan permohonan tersebut.
Setelah
menemukan jawabannya Narodo melapor ke Betoro Guru. Mereka berdiskusi dan Betoro Guru memutuskan
akan menguji dulu sampai di mana keteguhan Arjuno. Apabila dia lulus ujian itu maka Betoro Guru
berkenan memberikan sebuah senjata ampuh berupa panah. Betoro Guru juga
memeritahkan kepada Narodo untuk mengirimkan tujuh bidadari tercantik di
kahyangan untuk menggoda Arjuno. Maka
diturunkanlah tujuh orang bidadari tercantik di kahyangan. Di antaranya adalah Dewi Wilutomo, Dewi Tari,
Dewi Tara, Dewi Suprobo dll. Mereka
masuk ke gua Arjuno dan menggodanya. Ini
sunguh sebuah godaan yang sangat berat buat Arjuno karena dia adalah seorang lelananging jagad (play boy). Arjuno
adalah seorang laki laki yang memiliki daya tarik yang luar biasa sehingga
banyak sekali wanita yang terpikat dengan dia.
Bukan hanya gadis bahkan istri orangpun banyak yang terpesona dengan
Arjuno. Bahkan tanpa dirayupun sudah banyak yang dengan suka rela menyerahkan
diri. Meskipun demikian ketika sedang
bertapa Arjuno sangat teguh dalam tekadnya sehingga dia sama sekali idak
tergoda. Justru para bidadari itulah yang
jatuh cinta kepadanya. Tapi Arjuno tetap
tidak mau melayani. Akhirnya para
bidadari menyerah. Mereka pulang ke
kahyangan dan melapor bahwa misi mereka gagal.
Narodo
lantas turun ke gua di gunung Indrokilo sambil membawa hadiah untuk Arjuno
berupa sebuah panah pusaka. Kepada Arjuno disampaikan bahwa dia ditakdirkan
sebagai satria dengan tugas utama menjaga keamanan, melindungi rakyatnya dan
menagakkan keadilan serta kebenaran.
Itulah sebabnya dia diberi senjata sakti tersebut. Kemudian dia dituasi juga mempertahankan
istana para dewa di kahyangan Jonggring salaka yang sedang diserang bangsa
raksasa di bawah pimpinan raja Niwata kawaca.
Namun sebelumnya Arjuno harus melindungi warga lerang gunung itu yang
sedang diancam bahaya. Arjuno juga akan
diberi hadiah yaitu tujuh bidadari tercantik di kahyangan yang pernah ditugasi
menggodanya.
Setelah
terkabul permohonannya Arjuno turun gunung untuk melaksanakan tugas
mulianya. Tidak lama kemudian dia sampai
ke desa di lereng gunung Indrokilo. Desa
itu sudah sepi, tidak ada orang berani keluar rumah karena sudah beberapa lama
diganggu oleh seekor celeng (babi hutan) yang ganas. Celeng itu tidak hanya memakan hasil
pertanian mereka tapi juga menyerang manusia.
Sudah banyak korban yang jatuh.
Warga juga sudah mencoba melawan dengan senjata tajam. Tapi celeng itu
selalu menang meskipun dikeroyok rame rame.
Arjuno mengelilingi desa itu untuk mencari
celeng pengganggu. Tidak lama kemudian
dia melihat dari jauh seekor celeng berlari mendatanginya. Celeng itu hkan
sembarang celeng tapi celeng yang besar sekali dan buas sekali. Sejatinya dia
adalah jelmaan seorang raksasa. Dengan cepat Arjuno melepaskan panah
saktinya yang baru saja didapat dari Betoro Narodo. Arjuno adalah murid terbaik Begawan Durno
yang sudah menguasai ilmu Sirwendo alias ilmu membidik dan dia juga juara
panahan di Ngestino. Tidak ada kesulitan
buatnya membidik celeng yang sedang berlari ke arahnya. Panah itu tepat mengenai celeng yang lantas
jatuh sambil mengeluarkan suara keras. Arjuno
berlari mendatangi celeng tersebut untuk mencabut anak panahnya. Namun ketika sudah di depan celeng dia
terkejut melihat ada dua anak panah tertancap di badan celeng. Lebih terkejut lagi ketika mendadak terdengar
suara seseorang dari arah lain. Di sana
bedriri seorang satria gagah memegang busur.
Dia mengatakan anak panahnyalah yang tepat mengenai jantung celeng
sehingga mati seketika. Arjuno tidak
terima. Dia juga mengatakan anak panahnyalah yang lebih dulu mengenai celang
dan dialah yang membunuh celeng tersebut.
Pertengkaran
semangkin memanas sehingga berlanjut menjadi perkelahian. Arjuno selama ini belum pernah terkalahkan
dalam setiap perkelahian karena itu dia sangat percaya diri. Apalagi dia baru
saja mendapat pencerahan dari dewa. Tapi
ternyata kali ini dia membentur batu. Satria
itu ternyata sangat kuat dan cepat gerakannya sehingga Arjuno terdesak terus
dan akhirnya dipukul jatuh. Dia yang
murid terbaik Begawan Durno ternyata terpaksa mengakui keunggulan satria itu. Tiba tiba satria itu berubah wujud menjadi
dewa Siwa. Arjuno menyembah dan memohon
maaf.
Setelah
itu Arjuno menuju ke kahyangan Jonggring salaka yang sedang dikepung tentara raksasa
dibawah pimpinan Niwata Kawaca. Mereka menyerang
karena lamaran Niwata Kawaca kepada seorang bidadari tidak dikabulkan para
dewa. Sekarang raja raksasa ini megancam
akan menghancurkan Jonggring salaka dan memaksa menikahi bidadari
idamannya. Para dewa mengerahkan bala
tentaranya tapi dengan mudah mereka dikalahkan tentara raksasa. Untung para dewa masih bisa menyelamatkan
diri di dalam benteng. Kedatangan Arjuno
segera disambut serangan tentara raksasa.
Karena kesaktiannya tidak ada seorangpun tentara raksasa mampu
mengalahkannya. Akhirnya Arjuno
berhadapan langsung dengan Niwata Kawaca.
Pertarungan
satu lawan satu segera terjadi dengan seru. Arjuno mengeluarkan segala macam
jurus saktinya yang selama ini berhasil mengalahkan semua musuhnya. Tapi ternyata semua kesaktian Arjuno tidak ada artinya sama sekali
buat Niwata Kawaca. Semua pukulan, tendangan, tebasan pedangpun tidak
mempan. Bahkan panah sakti pemberian
dewa yang baru saja dia dapatkan sama sekali tidak mampu melukai kulit Niwata
Kawaca. Dengan nada melecehkan Niwata
Kawaca mempersilahkan Arjuno memilih bagian tubuhnya yang mana yang akan
diserang. Akhirnya terpaksa Arjuno
melarikan diri agar selamat adari amukan sang raja raksasa sambil menantang
besoknya dia akan datang lagi.
Malam
harinya Arjuno memohon petunjuk para dewa agar bisa memanangi perang dengan
raja raksasa itu. Narodo yang datang
memberi petunjuk bahwa seorang bidadari Dewi Suprobo akan diutus kepada Niwata
Kawaca. Dia ditugasi berpura pura mau
menjadi istri Niwata Kawaca tapi sejatinya mencari rahasia kelemahan sang raja.
Esok
harinya Niwata
Kawaca sangat girang ketika tentara para dewa menyerahkan Dewi Suprobo
kepadanya dengan syarat serangan dan kepungan dihentikan dan berjanji akan
mengadakan pernikahan. Niwata kawaca
menyanggupi syarat itu. Kepungan segera
dibubarkan. Sang raja raksasa segera
memperlakukan Dewi Suprobo dengan sangat baik. Ketika makan siang hari itu dia diberi
hidangan terbaik dan dilayani dengan baik.
Saking senangnya Niwata Kawaca memiliki calon istri bidadari idaman
hatinya maka kewaspadaanya surut. Dia tidka
menyadari bahwa sang dewi sedang mematamatainya. Sambil makan siang sang dewi memuji muji sang
raja setinggi langit sambil menanyakan rahasia kesaktiannya. Karena mabuk cinta sang raja membocorkan
rahasianya bahwa kelemahannya terletak di mulutnya. Semua senjata tidak akan mempan di seluruh
tubuhnya kecuali di mulutnya. Kalau dia
diserang di mulutnya maka dia bisa mati.
Dewi Suprobo diam diam menyampaikan rahasia ini kepada Arjuno.
Dengan
berbekal pengetahuan ini Arjuno sekali lagi menantang Niwata Kawaca untuk
bertarung satu lawan satu. Niwata Kawaca
yang pernah menang merasa yakin dia akan menang lagi. Dia bahkan mempersilahkan Arjuno memakai
senjata apa saja yang dia sukai. Sambil
mementang busurnya Arjuno memancing Niwata Kawaca terus berbicara. ketika
mulutnya terbuka maka secepat kilat anak panah pusaka meluncur dan masuk ke
mulut Niwata kawaca. Sang raja raksasa
tewas seketika.
Para
dewa menyambut hangat kemenangan Arjuno.
Dia diberi penghormatan tinggi di kahangan jngring salaka dan dikikahkan
dengan tujuh bidadari tercantik di kahyangan.
Salah satunya adalah Dewi Suprobo.
Tafsir
Saya
punya tafsir atas cerita ini. Paling tidak ada dua hal yang saya tafsirkan dari
cerita ini. Pertama adegan Arjuno
membunuh celeng dengan panah yang ternyata bersamaan dengan seorang satria
jelmaan dewa. Saya yakin maksud Empu Kanwa
adalah keberhasilan manusia itu tergantung pada usaha manusia itu sendiri plus
ijin Allah. Manusia wajib berupaya dengan baik. Ini adalah
syarat keberhasilan mencapai apapun. Tapi ijin Allah mutlak diperlukan. Apabila Allah sudah memberi ijin maka akan
berhasil. Sebaliknya sebaik apapun upaya jika Allah tidak memberi ijin maka
pasti gagal.
Tafsir
kedua saya tentang kelemahan Niwata Kawaca di mulutnya. Kegagalan manusia bisa karena mulutnya, alias
omongannya. Jadi kita harus menjaga omongan.
Jangan sampai ada omongan jelek, tidak sopan, apalabi makian, gibah dsb.
Itulah
yang saya tangkap dari cerita Arjuno Wiwoho. Mungkin masih ada lagi metafora
lain dari Empu Kanwa yang belum saya tangkap. Sila diutarakan.

No comments:
Post a Comment