Tuesday, February 5, 2019

Menafsirkan cerita Arjuno Wiwoho



Arjuno wiwoho


Kata wiwoho artinya mulia, dimuliakan. Jadi frasa itu artinya Arjuno yang dimuliakan atau mendapat kemuliaan.  Karena artinya baik maka ini sering dipakai untuk nama di kalangan orang Jawa. Cerita ini adalah salah satu karya anak bangsa yaitu Empu Kanwa yang hidup di abad ke 11 di kerajaan Kediri, Jatim.  Judul lengkapnya Kekawin Arjuno wiwoho.  Karakternya memang diambil dari wiracarita Mahabarata tapi plotnya dan narasinya sepenuhnya karya Empu Kanwa.


Sejak Pendowo dan Kurowo masih kecil friksi di antara mereka sudah terasa.  Di masa awal itu penyebabnya masih sekedar sifat saja di antara mereka yang kontras.  Pendowo yang rajin, sabar, serius, pekerja keras, jujur berbenturan dengan sifat Kurowo yang egois, mau menang sendiri, malas, tamak, serakah, tidak jujur, manja dan pemarah.  Kurowo  sering merebut bahkan mencuri barang barang milik Pendowo. Awalnya Pendowo mengalah tapi kadang emosi mereka meledak sehingga terjadi pertengkaran dan bahkan perkelahian. Setelah remaja menjelang dewasa potensi konflik makin berkembang karena mereka sama sama merasa sebagai pewaris tahta Ngestino (Hastinapura).  Pandu Dewonoto ayah dari Pendowo Limo adalah raja Ngestino maka mereka merasa berhak menjadi pewaris tahta.  Raja yang saat itu sedang berkuasa adalah Destoroto.  Dia   kakak laki laki dari Pandu.  Ketika Pandu masih hidup dia tidak diangkat menjadi raja karena sejak lahir sudah buta.  Tapi ketika Pandu mati muda maka dialah yang diangkat menjadi raja dengan mengandalkan adiknya Widuro sebagai penasehat ketika harus mengambil keputusan pelik. Anaknya adalah Kurowo (artinya keturunan Kuru) yang berjumlah seratus.  Maka Kurowo ini merasa berhak juga menjadi raja. 
Sejak kecil sampai remaja Pendowo Limo tetap tinggal di istana Ngestino. Raja Destoroto mengangkat Begawan Durno seorang pendeta yang mumpuni menjadi mahaguru di istana Ngestino. Tugasnya mengajari Kurowo dan Pendowo dalam ilmu perang dan kenegaraan.  Karena sifat Pendowo yang positif maka prestasi mereka jauh di atas Kurowo.  Di antara semua muridnya Arjunolah yang paling menonjol. Arjuno menjadi murid kesayangan Begawan Durno.  Dia menguasai dengan sangat baik ilmu perang dan terutama ketrampilan memanah.  Suatu sat pernah diadakan pertandingan perang antara kedua kubu itu dan pemanangnya adalah Pendowo limo.  Kenyataan ini menambah dendam di hati Kurowo yang memang iri dengki.
Di tengah ketegangan yang mangkin meningkat itu Pendowo limo semangkin serius menyiapkan kekuatan untuk mengantisipasi perang yang bakal pecah.   Di antara Pendowo limo Arjuno dan Brotoseno yang paling kuat dalam ilmu perang.  Meskipun demikian mereka masih terus berupaya meningkatkan kekuatan.  Maka suatu hari Arjuno bertekad  melakukan topo broto (bertapa). Dia lantas mamakai busana sederhana, bukan busana kasatrian atau kaprajuritan (busana formal dan tempur) dan  berangkat sendirian ke gunung Indrokilo. 
Di gunung Indrokilo Arjuno tinggal di sebuah gua dan mengganti identitasnya menjadi Begawan Ciptoning.  Di dalam gua itulah dia bertapa mengurangi makan, minum dan tidur.  Setiap hari kegiatannya hanya memuja dan memuji yang maha kuasa.  Saking intensifnya Arjuno melakukan olah batin maka getarannya dirasakan sampai ke kahyangan. Para dewa merasakan getaran kuat  orang bertapa.  Betoro Guru lalu memerintahkan Betoro Narodo mencari tahu siapa orang yang sedang bertapa dan apa permintaannya. 
Narodo lantas turun ke Ngarcopodo (dunia) untuk menemui Arjuno yang sedang bertapa di lereng gunung Indrokilo.  Dia menaanyakan kepada Arjuno apa sebabnya bertapa dan apa permintaannya kepada para dewa.  Arjuno menjawab bahwa dia sedang prihatin dengan keadaan di Ngestino khususnya keadaan Pendowo limo yang selalu dizalimi Kurowo. Dia sampaikan permohonan perlindungan kepada dewa.  Dia juga memohon diberi kekuatan apabila suatu hari pecah perang antara Pendowo dengan Kurowo.  Narodo lalu kembali ke kahyangan untuk menyampaikan permohonan tersebut.
Setelah menemukan jawabannya Narodo melapor ke Betoro Guru.  Mereka berdiskusi dan Betoro Guru memutuskan akan menguji dulu sampai di mana keteguhan Arjuno.  Apabila dia lulus ujian itu maka Betoro Guru berkenan memberikan sebuah senjata ampuh berupa panah. Betoro Guru juga memeritahkan kepada Narodo untuk mengirimkan tujuh bidadari tercantik di kahyangan untuk menggoda Arjuno.  Maka diturunkanlah tujuh orang bidadari tercantik di kahyangan.  Di antaranya adalah Dewi Wilutomo, Dewi Tari, Dewi Tara, Dewi Suprobo dll.  Mereka masuk ke gua Arjuno dan menggodanya.  Ini sunguh sebuah godaan yang sangat berat buat Arjuno karena dia adalah seorang lelananging jagad (play boy).     Arjuno adalah seorang laki laki yang memiliki daya tarik yang luar biasa sehingga banyak sekali wanita yang terpikat dengan dia.  Bukan hanya gadis bahkan istri orangpun banyak yang terpesona dengan Arjuno. Bahkan tanpa dirayupun sudah banyak yang dengan suka rela menyerahkan diri.  Meskipun demikian ketika sedang bertapa Arjuno sangat teguh dalam tekadnya sehingga dia sama sekali idak tergoda.  Justru para bidadari itulah yang jatuh cinta kepadanya.  Tapi Arjuno tetap tidak mau melayani.  Akhirnya para bidadari menyerah.  Mereka pulang ke kahyangan dan melapor bahwa misi mereka gagal.
Narodo lantas turun ke gua di gunung Indrokilo sambil membawa hadiah untuk Arjuno berupa sebuah panah pusaka. Kepada Arjuno disampaikan bahwa dia ditakdirkan sebagai satria dengan tugas utama menjaga keamanan, melindungi rakyatnya dan menagakkan keadilan serta kebenaran.   Itulah sebabnya dia diberi senjata sakti tersebut.  Kemudian dia dituasi juga mempertahankan istana para dewa di kahyangan Jonggring salaka yang sedang diserang bangsa raksasa di bawah pimpinan raja Niwata kawaca.  Namun sebelumnya Arjuno harus melindungi warga lerang gunung itu yang sedang diancam bahaya.  Arjuno juga akan diberi hadiah yaitu tujuh bidadari tercantik di kahyangan yang pernah ditugasi menggodanya.
Setelah terkabul permohonannya Arjuno turun gunung untuk melaksanakan tugas mulianya.  Tidak lama kemudian dia sampai ke desa di lereng gunung Indrokilo.  Desa itu sudah sepi, tidak ada orang berani keluar rumah karena sudah beberapa lama diganggu oleh seekor celeng (babi hutan) yang ganas.  Celeng itu tidak hanya memakan hasil pertanian mereka tapi juga menyerang manusia.  Sudah banyak korban yang jatuh.  Warga juga sudah mencoba melawan dengan senjata tajam. Tapi celeng itu selalu menang meskipun dikeroyok rame rame.
Arjuno mengelilingi desa itu untuk mencari celeng pengganggu.  Tidak lama kemudian dia melihat dari jauh seekor celeng berlari mendatanginya. Celeng itu hkan sembarang celeng tapi celeng yang besar sekali dan buas sekali. Sejatinya dia adalah jelmaan seorang raksasa.     Dengan cepat Arjuno melepaskan panah saktinya yang baru saja didapat dari Betoro Narodo.  Arjuno adalah murid terbaik Begawan Durno yang sudah menguasai ilmu Sirwendo alias ilmu membidik dan dia juga juara panahan di Ngestino.  Tidak ada kesulitan buatnya membidik celeng yang sedang berlari ke arahnya.  Panah itu tepat mengenai celeng yang lantas jatuh sambil mengeluarkan suara keras.  Arjuno berlari mendatangi celeng tersebut untuk mencabut anak panahnya.  Namun ketika sudah di depan celeng dia terkejut melihat ada dua anak panah tertancap di badan celeng.  Lebih terkejut lagi ketika mendadak terdengar suara seseorang dari arah lain.  Di sana bedriri seorang satria gagah memegang busur.  Dia mengatakan anak panahnyalah yang tepat mengenai jantung celeng sehingga mati seketika.  Arjuno tidak terima. Dia juga mengatakan anak panahnyalah yang lebih dulu mengenai celang dan dialah yang membunuh celeng tersebut. 
Pertengkaran semangkin memanas sehingga berlanjut menjadi perkelahian.  Arjuno selama ini belum pernah terkalahkan dalam setiap perkelahian karena itu dia sangat percaya diri. Apalagi dia baru saja mendapat pencerahan dari dewa.  Tapi ternyata kali ini dia membentur batu.  Satria itu ternyata sangat kuat dan cepat gerakannya sehingga Arjuno terdesak terus dan akhirnya dipukul jatuh.  Dia yang murid terbaik Begawan Durno ternyata terpaksa mengakui keunggulan satria itu.  Tiba tiba satria itu berubah wujud menjadi dewa Siwa.  Arjuno menyembah dan memohon maaf. 
Setelah itu Arjuno menuju ke kahyangan Jonggring salaka yang sedang dikepung tentara raksasa dibawah pimpinan Niwata Kawaca.  Mereka menyerang karena lamaran Niwata Kawaca kepada seorang bidadari tidak dikabulkan para dewa.  Sekarang raja raksasa ini megancam akan menghancurkan Jonggring salaka dan memaksa menikahi bidadari idamannya.  Para dewa mengerahkan bala tentaranya tapi dengan mudah mereka dikalahkan tentara raksasa.  Untung para dewa masih bisa menyelamatkan diri di dalam benteng.  Kedatangan Arjuno segera disambut serangan tentara raksasa.  Karena kesaktiannya tidak ada seorangpun tentara raksasa mampu mengalahkannya.  Akhirnya Arjuno berhadapan langsung dengan Niwata Kawaca.  
Pertarungan satu lawan satu segera terjadi dengan seru. Arjuno mengeluarkan segala macam jurus saktinya yang selama ini berhasil mengalahkan semua musuhnya.  Tapi ternyata semua  kesaktian Arjuno tidak ada artinya sama sekali buat Niwata Kawaca. Semua pukulan, tendangan, tebasan pedangpun tidak mempan.  Bahkan panah sakti pemberian dewa yang baru saja dia dapatkan sama sekali tidak mampu melukai kulit Niwata Kawaca.  Dengan nada melecehkan Niwata Kawaca mempersilahkan Arjuno memilih bagian tubuhnya yang mana yang akan diserang.  Akhirnya terpaksa Arjuno melarikan diri agar selamat adari amukan sang raja raksasa sambil menantang besoknya dia akan datang lagi.
Malam harinya Arjuno memohon petunjuk para dewa agar bisa memanangi perang dengan raja raksasa itu.  Narodo yang datang memberi petunjuk bahwa seorang bidadari Dewi Suprobo akan diutus kepada Niwata Kawaca.  Dia ditugasi berpura pura mau menjadi istri Niwata Kawaca tapi sejatinya mencari rahasia kelemahan sang raja. 
Esok harinya    Niwata Kawaca sangat girang ketika tentara para dewa menyerahkan Dewi Suprobo kepadanya dengan syarat serangan dan kepungan dihentikan dan berjanji akan mengadakan pernikahan.  Niwata kawaca menyanggupi syarat itu.  Kepungan segera dibubarkan.  Sang raja raksasa segera memperlakukan Dewi Suprobo dengan sangat baik. Ketika makan siang hari itu dia diberi hidangan terbaik dan dilayani dengan baik.  Saking senangnya Niwata Kawaca memiliki calon istri bidadari idaman hatinya maka kewaspadaanya surut.  Dia tidka menyadari bahwa sang dewi sedang mematamatainya.  Sambil makan siang sang dewi memuji muji sang raja setinggi langit sambil menanyakan rahasia kesaktiannya.  Karena mabuk cinta sang raja membocorkan rahasianya bahwa kelemahannya terletak di mulutnya.  Semua senjata tidak akan mempan di seluruh tubuhnya kecuali di mulutnya.  Kalau dia diserang di mulutnya maka dia bisa mati.  Dewi Suprobo diam diam menyampaikan rahasia ini kepada Arjuno.
Dengan berbekal pengetahuan ini Arjuno sekali lagi menantang Niwata Kawaca untuk bertarung satu lawan satu.  Niwata Kawaca yang pernah menang merasa yakin dia akan menang lagi.  Dia bahkan mempersilahkan Arjuno memakai senjata apa saja yang dia sukai.   Sambil mementang busurnya Arjuno memancing Niwata Kawaca terus berbicara. ketika mulutnya terbuka maka secepat kilat anak panah pusaka meluncur dan masuk ke mulut Niwata kawaca.  Sang raja raksasa tewas seketika.  
Para dewa menyambut hangat kemenangan Arjuno.  Dia diberi penghormatan tinggi di kahangan jngring salaka dan dikikahkan dengan tujuh bidadari tercantik di kahyangan.  Salah satunya adalah Dewi Suprobo. 



Tafsir  
Saya punya tafsir atas cerita ini. Paling tidak ada dua hal yang saya tafsirkan dari cerita ini.  Pertama adegan Arjuno membunuh celeng dengan panah yang ternyata bersamaan dengan seorang satria jelmaan dewa.  Saya yakin maksud Empu Kanwa adalah keberhasilan manusia itu tergantung pada usaha manusia itu sendiri plus ijin  Allah.  Manusia wajib berupaya dengan baik. Ini adalah syarat keberhasilan mencapai apapun. Tapi ijin Allah mutlak diperlukan.  Apabila Allah sudah memberi ijin maka akan berhasil. Sebaliknya sebaik apapun upaya jika Allah tidak memberi ijin maka pasti gagal. 
Tafsir kedua saya tentang kelemahan Niwata Kawaca di mulutnya.  Kegagalan manusia bisa karena mulutnya, alias omongannya. Jadi kita harus menjaga omongan.  Jangan sampai ada omongan jelek, tidak sopan, apalabi makian, gibah dsb.
Itulah yang saya tangkap dari cerita Arjuno Wiwoho. Mungkin masih ada lagi metafora lain dari Empu Kanwa yang belum saya tangkap. Sila diutarakan.

No comments:

Post a Comment